Artikel

Base Genep: Mencecap Sepiring Filosofi Rempah di Bali

admin| 29 Juli 2021

Mendengar nama Bali rasa-rasanya sudah mampu membawa imajinasi kita, dari bukit yang ayu, hingga keindahan matahari terbenam. Bali, memiliki segala jenis keindahan. Dari budaya yang aneka hingga lanskap berbagai rupa. Pulau Seribu Pura ini tidak hanya membuat siapapun yang berkunjung ingin kembali, namun juga merasakan suasananya yang intim dari ragam budaya hingga tradisi yang masih lekat dan hidup bersama masyarakatnya.

Masyarakat Bali, yang sebagian besar menganut agama Hindu, menjalani kehidupan bersama budaya dan tradisi serta adat yang sarat akan makna. Pemaknaan dalam kehidupan masyarakat Bali tidak hanya dilakukan ketika upacara adat maupun ritual saja. Hal itu juga terekam pada cara berpakaian, kain dan motifnya hingga penyajian dan pengolahan kuliner mereka.

Base Genep adalah satu dari sekian contohnya. Ia menjadi falsafah pada tradisi pengolahan dan penyajian kuliner di Bali. Bumbu Base Genep sendiri merupakan bumbu dasar yang banyak digunakan dalam pengolahan makanan khas Bali. Terdiri dari 15 jenis bumbu dan rempah-rempah, Base Genep memiliki empat unsur utama yaitu, cekuh (kencur), jahe, isen (lengkuas), serta kunir (kunyit). Keempat unsur utama tersebut biasanya dilengkapi dengan dua unsur lain yaitu tiga unsur tambahan yang terdiri dari dua unsur laut dan satu unsur pengunci.

Isen dalam budaya Bali menjadi perwakilan arah selatan yang merupakan simbol keberadaan Dewa Brahma. Kunyit berada di arah barat yang merupakan wakil dari Dewa Mahadewa. Jahe dengan warna hitam dianggap berada di utara merupakan simbol Dewa Wisnu. Sedangkan cekuh yang berwarna putih menjadi representasi Dewa Iswara.

Dalam proses pembuatan Base Genep masyarakat Bali tidak menggunakan perhitungan timbangan. Bahkan tidak ada skala perbandingan yang ditentukan dalam pembuatannya. Sebagai gantinya, para tetua dari masyarakat Bali membuat Base Genep dengan memanfaatkan jari. Jari tengah digunakan untuk ukuran lengkuas, jari telunjuk untuk mengukur kunyit, jari manis sebagai perhitungan jahe, dan kelingking untuk kencur. Setengahnya kemudian merupakan jumlah bawang merah. Setengah jumlah bawang merah merupakan bagian untuk bawang putih. Setengah bawang putih ditujukan untuk jumlah cabai. Setengah dari cabai ditujukan untuk kebutuhan rempah-rempah. Terakhir, garam serta terasi yang merupakan unsur laut. Dengan begitu terdapat 10 unsur yang mewakili simbol gunung dan laut pada bumbu base genep Bali.

Bumbu base genep yang dikenal sebagai usabe dalam catatan lontar masa lampau, di antaranya digunakan dalam pembuatan bebek betutu dan sate lilit. Bebek betutu menjadi salah satu hidangan yang selalu ada dalam upacara para raja di Bali. Bumbu base genep tidak hanya berfungsi sebagai penambah rasa tetapi sekaligus menghilangkan bau tak sedap pada daging bebek ketika dimasak. 

Kuliner lainnya menggunakan bumbu base genep, sate lilit, juga seringkali disajikan pada upacara adat maupun keagamaan. Hal tersebut dilakukan karena ada filosofi yang diyakini masyarakat dalam sate lilit. Ia menjadi simbol pemersatu bagi masyarakat Bali. Daging sate lilit yang dililitkan pada batang sereh melambangkan masyarakat Bali, dan batang sereh adalah pemersatunya.

Dari Bali, kita melihat bahwa rempah tidak hanya soal cita rasa. Rempah-rempah hingga hasil olahannya adalah sejarah dan filosofi bagi mereka. Ia tidak hanya dibutuhkan dalam hidup masyarakat, namun turut dimaknai sebagai nilai-nilai yang sakral, dan berkelanjutan.

 

Sumber :


Webinar “Rempah dalam Kuliner Bali” di Kanal Youtube Jalur Rempah RI


Penulis: Diana Noviana

Editor: Doni Ahmadi

Bagikan:

Artikel Populer

“Negeri di Bawah Angin”: Nusantara dan Pengaruh Angin dalam Jalur Perdagangan Rempah

1 November 2022

Jalur Rempah, Jalur Budaya, dan Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022

30 Mei 2022

Di Balik Kemiri Bali, Ada Pedagang dari Ujung Hyang yang Berlayar hingga ke Jawa

16 Februari 2023

Artikel Terbaru

Telusuri Kekayaan Historis dan Budaya Kepulauan Selayar, Muhibah Budaya Jalur Rempah Kembali Digelar

24 November 2023

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

24 September 2023

Antusias 140 Nelayan Adu Cepat dalam Lomba Perahu Layar Tradisional dan Upaya Regenerasi ke Anak Cucu

24 September 2023

Artikel Terkait

...

Di Balik Kemiri Bali, Ada Pedagang dari Ujung Hyang yang Berlayar hingga ke Jawa

Muhamad Satok Yusuf

16 Februari 2023

...

Perbedaan Jalur dan Jaringan dalam Perdagangan Rempah

admin

6 Desember 2020

...

Menara Syahbandar Sleko: Menara Pengawas Jalur Perdagangan di Semarang

Osy Siswi Utami

21 Maret 2023