Artikel

Gigi Balang: Jejak Budaya Melayu di Tanah Betawi

Mohammad Resyad G. M.| 28 September 2022

Jalur Rempah yang telah terjadi berabad-abad lalu meninggalkan jejaknya pada hari ini. Salah satunya adalah keterhubungan budaya dari dua bangsa yang berbeda. Jika ditilik lebih dalam, kebudayaan di tanah Betawi merupakan akulturasi berbagai macam budaya yang menjadikan masyarakat Sunda Kelapa pada masa itu sangat berwarna. Salah satunya adalah kebudayaan Melayu, mulai dari bahasa, adat istiadat, hingga arsitekturnya. Satu hal kecil yang boleh nampak ialah hiasan gigi balang di rumah Betawi. 

Kemiripan bentuknya boleh dilihat pada sebuah rumah tua di daerah Serdang, Selangor (foto 2) yang menggunakan hiasan ornamen lisplang sejenis di sepanjang rangka atapnya. Rumah di negeri Perak yang dibangun di bantaran sungai Perak pada foto 3 juga menggunakan ornamen pada rangka, tetapi lebih rumit dalam pola ukirnya. Kesamaan ketiganya terletak pada bentuk dasarnya, yaitu segitiga atau kerucut yang menunjuk ke arah bawah.

Ornamen gigi balang Betawi ini sangat menarik untuk dikaji dari segi estetika, historis, maupun geografisnya. Dari segi fungsinya, ia menutup lis rangka atap dari binatang yang berpotensi menyelinap masuk ke langit-langit rumah. Dengan menutup bagian ini, ia juga memberi nilai estetik karena bagian lis atap yang rawan nampak berserak menjadi lebih kemas (Faiz et al., 2020). 

Ada lima jenis gigi balang pada rumah Betawi, yaitu kuntum melati, tumpal, potongan waru, wajik, dan wajik susun dua. Gigi balang yang terdapat di foto 1. merupakan jenis wajik yang bisa kita jumpai di kantor Lembaga Kebudayaan Betawi. 

Foto 4. Ragam ornamen gigi balang. Sumber: Faiz (2020)

Menurut Yahya Andi Saputra, seorang budayawan Betawi, gigi balang yang pada dasarnya berbentuk segitiga terbalik melambangkan gunung yang memiliki dua kaki. Kaki alam, kaki manusia, dan yang di pucuk adalah Tuhan yang Mahakuasa. Pendahulu kita memang bukan sembarang berkarya tanpa maksud dan pengajaran di dalamnya. Ragam hias ini menyimbolkan keseimbangan di alam.

Hiasan lisplang berornamen rumah adat di Nusantara sangat erat kaitannya dengan identitas tiap-tiap daerah. Hal berikut merupakan sebuah kearifan masyarakat tradisional dalam mengatasi kondisi alam. Lisplang yang polos akan tampak lebih cepat kotor jika dibandingkan dengan lisplang berukir atau bermotif. Itu juga alasan praktis mengapa lisplang gigi balang ini dibuat dengan motif dan ukiran, bukan polos semata. 

Kemiripan dan keberadaan lisplang Melayu di tanah Betawi merupakan tanda bahwasanya ada hubungan dan keterkaitan antara bandar Sunda Kelapa dengan Tanah Melayu yang pada masa itu berpusat di Malaka. Pulau yang terpisah lautan hanya mungkin terhubung lewat jalur maritim. Tak lain dan tak bukan hanya Jalur Rempah-lah yang bisa menjadi penjelasan fenomena ini. 

Hari ini semakin sedikit rumah yang menggunakan gigi balang di Jakarta. Banyak pertimbangannya, mulai dari ketidakpraktisan, biaya, hingga tenaga ahli untuk membuatnya. Namun, terkadang hal kecil seperti gigi balang inilah yang menyentil kesadaran beberapa orang, yang akan menimbulkan pertanyaan “Bagaimana ceritanya ragam hias khas Melayu bisa sampai di sebuah teluk di utara Pulau Jawa?”. 

Sudah mulai muncul di beberapa flyover dan infrastruktur seperti JPO (Jembatan Penyeberangan Orang) yang menggunakan ragam hias gigi balang ini di sepanjang bentangannya. Hal ini bisa dimaknai sebagai usaha untuk melestarikan budaya Betawi. Namun, gigi balang sebagai ornamen di lisplang bangunan harus tetap memiliki guna dalam menjaga dan asri sebagaimana fungsi aslinya. 

Mungkin ke depannya semua bangunan instansi pemerintahan atau bangunan di jalan protokol harus menggunakan gigi balang, layaknya lembayung dan tanduk buang di Riau, atau gonjong di Sumatra Barat. Selain sebagai unsur estetika, ragam hias ini juga berperan sebagai pesan melalui nilai filosofis di balik bentuknya. Oleh sebab itu, tidak elok memandang hal ini hanya sebagai objek hias semata. Tidak lupa, ragam hias ini akan berkhidmat sebagai saksi kejayaan Jalur Rempah di masa lampau.

 

_______

Daftar Pustaka:

Faiz, M. S., Saidi, A. I., Rudiyanto, G. (2020). Kajian Semiotika Konotasi Ornamen Betawi Gigi Balang. Jurnal Seni & Reka Rancang Volume 3, No.1, pp 79-86

Saputra, Y. A. (2021). Gigi Balang Betawi. Wawancara pribadi.

_______

Ditulis oleh Mohammad Resyad G. M. (rghifari17@gmail.com), Laskar Rempah DKI Jakarta

Editor: Doni Ahmadi & Tiya S.

Sumber gambar: senibudayabetawi.com

Konten ini dibuat oleh kontributor website Jalur Rempah.
Laman Kontributor merupakan platform dari website Jalur Rempah yang digagas khusus untuk masyarakat luas untuk mengirimkan konten (berupa tulisan, foto, dan video) dan membagikan pengalamannya tentang Jalur Rempah. Setiap konten dari kontributor adalah tanggung jawab kontributor sepenuhnya.

Bagikan:

Artikel Populer

Pulau Seram Ambon, Tanah Subur Penghasil Rempah-Rempah

20 Oktober 2020

Sando Pea dan Pembollo’: Praktik Pengobatan Tradisional Masyarakat Adat Kaluppini

4 April 2023

Malam Bakupas, Ruang Keterikatan Masyarakat Minahasa dengan Rempah

21 Februari 2023

Artikel Terbaru

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

22 September 2023

Hadirkan Pakar dari Berbagai Disiplin Ilmu, Kemedikbudristek Gelar Kajian Mendalam tentang Ketersambungan Jalur Rempah Nusantara dengan India, Timur Tengah, dan Cina

29 Agustus 2023

Saraba: Penghangat Tubuh, Pelengkap Cerita di Makassar

28 April 2023

Artikel Terkait

...

Malam Bakupas, Ruang Keterikatan Masyarakat Minahasa dengan Rempah

Wulandari Zefanya Rumengan

21 Februari 2023

...

Jangkar dan Meriam Kuno: Jejak Jalur Rempah di Kepulauan Selayar

admin

10 Oktober 2020

...

Pelajaran Toleransi dari Batik Tiga Negeri

admin

28 Februari 2022