Artikel

Memaknai Kembali Rumah Indonesia dari Rumah di Tanah Rempah

admin| 7 Maret 2021

Saat berkunjung ke rumah seorang kerabat, saya melihat sebuah buku dengan sampul kuning terang dengan gambar beberapa buah pala yang masih terbungkus fuli merah merekah tergeletak di meja. Rumah di Tanah Rempah: Perjalanan Memaknai Rasa dan Aroma Indonesia karya Nurdiyansah Dalidjo. Ada sedikit penasaran yang membuat saya meraih buku itu dan membalik ke bagian belakang. Dari sini saya tahu bahwa buku ini berisi tentang perjalanan penulis ke beberapa tempat di Indonesia dan mengulas khazanah rempah serta tradisinya yang hidup dan dihidupi di masyarakatnya.

Kalo kamu ingin baca buku itu, kamu harus siap menghadapi kenyataan bahwa terlalu banyak cerita kelam di negara ini”, kata kerabat saya saat mendapati saya membuka halaman-halaman awal buku tersebut. Apa yang dia katakan saat itu sebenarnya tidak membuat saya kaget, itu bukan hal yang terdengar ganjil bagi saya, baik yang terungkap maupun yang terpendam.

Selang beberapa waktu, saya berkesempatan untuk membaca buku ini. Penulis yang akrab dipanggil Diyan ini sanggup membuat saya untuk terus membuka halaman dan mengikuti perjalanannya keliling Indonesia. Meskipun tidak mengunjungi semua titik di Nusantara, namun pulau-pulau besar di Indonesia ia datangi. Lanskapnya membentang dari Sumatera hingga Papua dan diceritakan di dalam buku ini.

Perjalanannya Diyan diawali oleh pertanyaan filosofis tentang makna rumah, rempah, pulang ke rumah dan Indonesia. Dari situ, Diyan tidak hanya membahas tentang rempah, tulisannya juga dilengkapi oleh gambar (meskipun hitam-putih) yang membantu saya berimajinasi mengikuti perjalanannya dan ditambah dengan gaya penceritaan Diyan yang ringan dan terasa dekat. Membuat saya seolah ikut serta dalam perjalanannya.

Meskipun buku ini disusun dengan kronologi waktu yang tidak linear dan beberapa tempat yang ia kunjungi tidak disebutkan secara detail waktu tepatnya, namun hal ini tidak mempengaruhi cerita buku secara keseluruhan. Diyan tetap mampu bercerita dengan luwes dan sama sekali tidak mengganggu kenikmatan ceritanya.

 

rumah di tanah rempah, jalur rempah, Nurdiyansah Dalidjo, spice routes

Sampul buku Rumah di Tanah Rempah (Sumber: Gramedia Pustaka Utama)

 

Dalam perjalanannya yang tertuang dalam buku ini, kita dapat melihat bagaimana Diyan banyak berinteraksi dengan masyarakat adat, mulai dari keseharian mereka hingga pandangan mereka tentang rempah. Tak hanya itu, Diyan juga ikut tinggal ataupun singgah di rumah salah seorang masyarakat adat sehingga ia bisa mengulik lebih jauh tentang sisi yang seringkali jarang terdengar dari narasi arus utama dan menjadikan ceritanya terasa personal sekaligus memiliki nilai. Dari kisah Diyan, kita dapat melihat peran rempah-rempah bagi masyarakat yang tidak hanya sebagai pelengkap cita rasa untuk makanan, tetapi juga diperlukan dalam ritual-ritual keyakinan yang sakral. Bahkan dalam ceritanya saat mengunjungi Bali dikatakan bahwa, “Pun Lawar yang wajib dihadirkan pada pesta adat. Lawar yang enak merupakan penanda ada komposisi yang seimbang. Takaran yang harmonis. Selain rasa, warna-warna pada lawar menyimbolkan Sang Penguasa di empat penjuru mata angin. Putih pada parutan kelapa ialah Iswara di timur, merah pada darah ialah Brahma di selatan, kuning pada bumbu ialah Mahadewa di barat, dan hitam pada terasi ialah Wisnu di utara.” (Dalidjo, 2020, hal. 218).

Kemudian, bagian menarik lainnya adalah bagaimana Diyan sanggup mengaitkan apa yang dialami dalam perjalanannya dalam dengan sejarah yang terjadi di masa lampau. Kisah-kisah lintas zaman, dari sebelum tarikh masehi, era kerajaan di Nusantara, periode kolonialisme, hingga revolusi kemerdekaan. Untuk beberapa orang yang masih terdoktrin dan berpendapat bahwa sejarah itu membosankan, barangkali harus mencoba membaca buku ini dan menemukan sisi sejarah dengan lebih menarik, yang bagi saya lebih akrab. Dalam buku ini, sejarah terasa lebih mengalir tanpa distorsi pengetahuan ketika ia berkelindan dengan kisah petualangan yang personal.

Diyan juga beberapa kali menyebutkan tentang Jalur Rempah dan perdagangan rempah sebagai pusat interaksi berbagai bangsa. Meskipun begitu, ia juga menegaskan bahwa hal ini bukan romantisme belaka dan turut memberi kritiknya, “Kita larut dalam buaian romantisme pada citra negeri yang kaya dan penuh keragaman agar mungkin tak perlu kita bicara tentang eksploitasi ekonomi sebagai realitas hari ini. Negeri dirampok dan dihisap.” (Dalidjo, 2020, hal. 453). Eksploitasi ekonomi kekayaan Indonesia dari era kolonial maupun feodal, hingga dalam bentuk negara dan juga kapitalisme berwujud investasi. Hasilnya: yang ada di sisi seberang menghadapi represi dan jauh dari rasa aman, dan menjadi korban di negeri sendiri. Padahal, di satu realitas yang berbeda, rempah juga membawa negeri ini kepada keberagaman, ia menjadi alasan mengapa kita memilih slogan Bhinneka Tunggal Ika.

Seperti judul bukunya Rumah di Tanah Rempah: Perjalanan Memaknai Rasa dan Aroma Indonesia, Diyan membantu pembaca tidak hanya sekadar mencicipi rasa dan aroma dari rumah (Indonesia), tetapi ia juga mengajak pembaca untuk memaknai ulang rumah itu sendiri. Dan lebih dari itu, pemaknaan ulang juga diiringi dengan pertanyaan, “Rempah membawa saya pada perenungan tentang bagaimana kelak kita hendak merawat rumah bersama bernama Indonesia” (Dalidjo, 2020, hal. 461).

Dari Diyan, kita diajak untuk mencicipi, memaknai ulang dan bagaimana masing-masing individu merawat rumah (Indonesia). Sekaligus juga menyadarkan saya bahwa kisah gemilang sekaligus kelam yang terjadi telah menjadi bagian dari bangsa Indonesia, ada bukan hanya untuk dilihat dan menjadi warisan tanpa makna. Mungkin ini memang terdengar klise, dan memang begini kenyatannya.

Seperti halnya rumah saya yang kadang beratap bocor ataupun kebanjiran, saya juga mencintai negara ini dengan segala kisah yang terjadi. Hal yang bagi saya seperti berusaha untuk memperbaiki kebocoran ataupun membersihkan lantai dari sisa lumpur akibat banjir. Dengan demikian, mencintai bangsa dan negara harus bersamaan dengan mencintai kisah manis-pahitnya. Menerima segala kelebihan dan kekurangannya. Karena siapa lagi yang akan berbuat demikian, jika bukan kita? Seperti yang dielukan oleh generasi masa kini tentang self-love.

 

Deskripsi Buku

Judul: Rumah di Tanah Rempah
Penulis: Nurdiyansah Dalidjo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 987-602-06-3967-3

 

Penulis: Putri A.F.

Editor: Doni Ahmadi

Bagikan:

Artikel Populer

Base Genep: Mencecap Sepiring Filosofi Rempah di Bali

29 Juli 2021

Sejarah Selayar sebagai Collecting Center Jalur Pelayaran Nusantara

9 Oktober 2020

Malam Puncak Festival Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia

30 Oktober 2021

Artikel Terbaru

Telusuri Kekayaan Historis dan Budaya Kepulauan Selayar, Muhibah Budaya Jalur Rempah Kembali Digelar

24 November 2023

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

24 September 2023

Antusias 140 Nelayan Adu Cepat dalam Lomba Perahu Layar Tradisional dan Upaya Regenerasi ke Anak Cucu

24 September 2023

Artikel Terkait

...

Malam Puncak Festival Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia

admin

30 Oktober 2021

...

Cagar Budaya di Pati: Sejarah Akulturasi dan Jejak Perdagangan Rempah

admin

18 April 2021

...

Karaeng Pattingalloang: Tokoh Intelektual di Jalur Rempah Nusantara

Abd. Rahman Hamid

31 Januari 2021