
Indonesia masyhur dengan kepulauan yang memiliki banyak tradisi dan budaya yang sangat kental. Indonesia juga tidak kalah masyhurnya dengan ragam tanaman rempah yang sangat melimpah, bahkan beberapa tanaman rempah di Indonesia merupakan endemik. Rempah memiliki berbagai kegunaan dan manfaat sehingga mengundang ribuan kapal dari Eropa untuk bersinggah ke Nusantara untuk mencari rempah yang aromanya sangat memikat dan menggoda (Kurniawan, 2021: 1-5).
Rempah dapat diartikan berbagai jenis hasil tanaman yang beraroma, seperti pala, cengkeh, dan lada untuk memberikan bau dan rasa khusus pada makanan. Dari berbagai macam rempah, yang tidak asing dengan pendengaran kita adalah lada, cengkeh, pala, kunyit, kayu manis, kemiri, dan lain-lain karena dipakai sebagai bumbu yang cukup populer bagi kuliner masyarakat Nusantara. Selain itu, rempah juga dipakai sebagai bahan pengobatan dan digunakan sebagai bahan minuman kesehatan tradisional, seperti jamu, bir pletok (Alifiati ed. 2020: 1-18), dan wedang uwuh.
Wedang uwuh adalah salah satu minuman tradisional khas Yogyakarta, pertama kali tersebar di Imogiri. Wedang uwuh tergolong sebagai minuman kesehatan yang sarat dengan bahan rempah, seperti jahe, kayu secang, daun dan batang kayu manis, daun cengkeh, daun pala, dan gula batu. Tuah rempah dalam wedang uwuh menjadikan minuman tradisional ini digemari masyarakat. Kini wedang uwuh tidak hanya di Imogiri, tetapi sudah tenar ke seluruh Bumi Mataram, bahkan dapat ditemui di luar Yogyakarta.
Racikan Alam
Dengan sejarah yang begitu unik, wedang uwuh pertama kali dihidangkan dari zaman Sultan Agung yang waktu itu merupakan Raja Mataram. Saat itu, Sultan Agung dengan beberapa pengawalnya sedang mencari tempat yang akan dijadikan sebagai pemakaman keluarga Raja Mataram. Dalam pencariannya menetapkan salah satu tempat, Bukit Merak Imogiri (Bantul) ditetapkan sebagai tempat yang paling cocok untuk makam keluarga raja.
Pada suatu malam di atas Bukit Merak yang dingin, Sultan Agung meminta kepada pengawalnya untuk membuatkan minuman hangat, yaitu wedang secang (Caesalpinia Sappan). Wedang tersebut diletakkan di dekat Sang Raja. Seiring bergulirnya malam, angin menerbangkan beberapa daun dan ranting pohon yang jatuh ke wedang milik Sultan Agung. Karena temaramnya malam, seduhan wedang secang tersebut bercampur dengan beberapa daun lainnya. Hal ini justru membuat Sultan Agung merasakan kenikmatan ketika meminum wedang tersebut. Keesokannya, Sultan Agung meminta dibuatkan wedang seperti malam sebelumnya. Para pengawal mencari tahu dan mendapati tempat minum Sultan Agung yang ternyata tidak hanya berisi serutan secang, tetapi terdapat dedaunan lainnya. Racikan alam dari berbagai campuran dedaunan yang seperti sampah itulah dinamai dengan wedang uwuh.
Dalam perkembangannya, wedang uwuh ini menjadi sajian atau minuman hangat para Raja Mataram, baik di keraton maupun pada saat menjamu tamu kerajaan. Bahkan, tersebarnya ramuan wedang uwuh juga digemari oleh masyarakat luas. Ketenaran wedang uwuh pun meluas hingga seantero Bumi Mataram.
Khasiat Sepanjang Hayat
Racikan wedang uwuh yang lengkap dan ditambah dengan bahan rempah lainnya terdiri atas serutan kayu secang kering sebagai bahan utama, daun cengkeh, jahe, serai (akar dan daun), kapulaga, daun pala, dan gula batu (sebagai pemanis) diseduh dalam satu sajian yang memiliki banyak manfaat dan khasiat bagi tubuh (Afifah, 2017).
Adapun rincian khasiat masing-masing bahan wedang uwuh menurut laporan Harapan Rakyat, yaitu kayu secang (Caesalpinia sappan) mengandung bahan yang bersifat antioksidan, antikanker, melancarkan peredaran darah, dan melegakan pernapasan. Jahe (Zingiber officinale) bersifat antikoagulan yang bermanfaat dalam mencegah penggumpalan darah, juga mengandung antioksidan yang berguna untuk mengatasi radikal bebas. Kandungan mineral lain dalam jahe juga bisa memperkuat otot usus dan merangsang selaput lendir perut besar. Jahe juga menguatkan lambung, memperbaiki, dan melancarkan pencernaan.
Selain itu, daun cengkeh (Syzygium aromaticum) bersifat kimiawi yang hangat, bersifat aromatik, rasanya tajam, dan mempunyai efek farmakologis sebagai antiseptik, perangsang (stimulan), anestetik lokal, menghilangkan kolik, dan peluruh kentut (karminatif), serta bisa mengobati rematik, radang lambung, sinusitis, campak, sakit gigi, batuk, sakit kepala, kembung, mual dan muntah, masuk angin, dan terlambat haid. Daun pala (Myristica fragrans), kandungan kimianya, seperti saponin, polifenol, dan flavonoid ampuh dalam mengatasi insomnia, batuk berlendir, masuk angin, mengobati kejang otot, dan meredakan nyeri. Daun pala juga bersifat antiemetik (mengatasi rasa mual), stomakik (melancarkan pencernaan), dan karminatif (melancarkan buang angin). Daun kayu manis (Cinnamomum burmani), selain rasanya yang manis, juga berkhasiat sebagai antioksidan, mengatasi sakit perut, kembung, sakit kepala karena sinus, dan memulihkan rasa lelah, serta meningkatkan imunitas tubuh. Kapulaga (Elettaria cardamomum) kaya kandungan protein, gula, lemak, minyak atsiri, sineol, terpineol, karvona, dan mineral penting sehingga bermanfaat untuk obat batuk dan mencegah pengeroposan tulang. Akar serai (Andropogon nardus) berkhasiat sebagai obat batuk, peluruh dahak, bahan kumur, peluruh keringat, dan menghangatkan badan. Sementara, daun serai berkhasiat meredakan kejang, penurun panas, dan menambah nafsu makan.
Dari segi kesehatan, wedang uwuh tidak diragukan lagi khasiatnya sehingga banyak masyarakat yang mengonsumsinya terutama pada saat pandemi Covid-19 sebagai penambah imun.
Tuah Rempah untuk Indonesia Sehat
Khazanah rempah yang melimpah di Indonesia tercatat hingga 135 jenis tanaman. Masyarakat Aceh cukup kreatif dalam memanfaatkan rempah karena telah menggunakan bahan rempah sebanyak 129 jenis. Yogyakarta terbanyak kedua setelah Aceh dalam memanfaatkan bahan rempah sebagai bahan kuliner, baik masakan dan minuman, yakni sebanyak 119 jenis rempah (historia.id). Wedang uwuh ini merupakan salah satu kekayaan minuman tradisional khas Yogyakarta.
Kini, wedang uwuh dikemas dengan menarik dan praktis, meski masih ada yang dijual secara tradisional. Kemasan modern wedang uwuh dijual dalam bentuk paket, ekstrak (saset), dan celup dengan harga terjangkau sehingga menjangkau pasar yang cukup luas. Wedang uwuh dapat ditemukan di pasar-pasar tradisional, toko modern, supermarket, angkringan, restoran hingga dijual langsung dengan mobil keliling. Pemasarannya tidak hanya di Yogyakarta dan Jawa Tengah, tetapi sudah menyebar hingga Jakarta, Surabaya, Sumatra, dan Kalimantan, bahkan sebagian diekspor ke Jepang dan Belanda (Wawancara Ibu Sumi, 20 Agustus 2021). Wedang uwuh diharapkan bisa mendongkrak usaha kecil dan menengah di Yogyakarta.
Wedang uwuh dengan kemasan modern telah masuk ke ruang-ruang keluarga Indonesia. Hal ini menunjukkan cita rasa dan aroma wedang uwuh yang sarat rempah bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Tuah rempah dalam wedang uwuh tidak hanya menyehatkan masyarakat, tetapi juga menjadi praktik budaya yang menghangatkan keindonesiaan kita hari ini dan masa yang akan datang.
_______
Daftar Pustaka
Afifah, S.F. 2018. “Sejarah dan Manfaat Wedang Uwuh yang Berkhasiat”. Sumber: http://www.hariantemanggung.com/2018/12/sejarah-dan-manfaat-wedang-uwuh-yang.html. [Diakses pada tanggal 24/4/2020].
Aliffiati (ed.). 2020. Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara. Denpasar: Pustaka Larasan, Prodi Antropologi FIB Unud, BPSNT Bali-NTB-NTT.
HR Online. 2019. “Khasiat Wedang Uwuh, Minuman Sampah Rempah yang Bertuah”. Sumber: https://www.harapanrakyat.com/2019/10/khasiat-wedang-uwuh-minuman-sampah-rempah/. [Diakses pada tanggal 04/9/2021].
KBBI Daring. www.kbbi.kemdikbud.go.id. [Diakses pada tanggal 14/9/2021].
Kurniawan, B.K. (ed.). 2021. Jalur Rempah Nusantara: Kisah Aroma Nusantara Pemikat Dunia, Jakarta: Kompas.
Risa Herdahita Putri. 2020. “Kisah Rempah dan Kuliner Khas Yogyakarta.” https://historia.id/kultur/articles/kisah-rempah-dan-kuliner-khas-yogyakarta-vYMka. [Diakses pada tanggal 04/9/2021].
Narasumber:
Ibu Sumi, 45 tahun, pedagang keliling wedang uwuh.
_______
Naskah ini merupakan karya pemenang pilihan dalam Lomba Penulisan Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia 2021 kategori Pelajar. Naskah telah melewati proses penyuntingan untuk kepentingan publikasi di laman ini.
_______
Penulis: Karang Jimbaran Setyatrisila, MAN 1 Yogyakarta
Editor: Tiya S.
Sumber gambar: edgunn/freepik