
Indonesia saat ini sedang berjuang untuk mengajukan Jalur Rempah sebagai warisan budaya dunia (world heritage) ke UNESCO di tahun 2024. Namun, proses pengusulan Jalur Rempah menjadi warisan budaya dunia tidaklah mudah dan perlu melalui proses yang panjang. Selain membutuhkan narasi yang kuat, Jalur Rempah juga harus mendapatkan legitimasi dari negara-negara lain.
Hal ini turut dikatakan oleh Ketua Komite Program Jalur Rempah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Ananto Kusuma Seta, bahwa apabila Jalur Rempah diajukan sebagai warisan budaya dunia, maka upaya kolektif untuk menyusun narasi bersama antara Indonesia dengan negara-negara lain yang dilewati Jalur Rempah menjadi sangat penting. “Tidak hanya Indonesia, Jalur Rempah juga melibatkan banyak negara di Asia, Eropa, dan Afrika,” ujarnya.
Untuk mendapatkan dukungan dari negara lain, Indonesia pun perlu menjalin hubungan yang baik antarnegara terkait. Salah satu upayanya ialah dengan mengirimkan duta budaya untuk berdiplomasi ke negara-negara serumpun yang terlibat dan terlintasi dalam jalur perdagangan rempah di masa lampau. Untuk menyukseskan agenda diplomasi budaya tersebut, Ditjen Kebudayaan Kemdikbud bersama Yayasan Negeri Rempah membuat buku bertajuk Pedoman Diplomasi Budaya Jalur Rempah.
Ditemui pada lokakarya penyusunan buku Pedoman Diplomasi Budaya Jalur Rempah, (28-30/09), Ketua Yayasan Negeri Rempah, Dewi Kumoratih Kushardjanto, mengatakan, “Buku pedoman diplomasi budaya dibentuk untuk memberi tahu kepada duta budaya yang ditunjuk bahwa seorang duta budaya harus memiliki wawasan ke-Indonesia-an, wawasan antarbudaya, mengerti apa itu Jalur Rempah, dan mengapa Jalur Rempah diajukan sebagai warisan budaya,” ujarnya. Ia juga menambahkan, duta budaya yang nantinya ditunjuk oleh negara merupakan orang yang mampu beradaptasi, berdiplomasi, dan mampu merepresentasikan Indonesia ke mata dunia.
Ratih, sapaan karibnya, juga menjelaskan bahwa bentuk diplomasi budaya yang akan dijalankan, yaitu Diplomasi Tangan di Atas. Hal ini juga disampaikan oleh Dr. Hassan Wirajuda, Mantan Menteri Luar Negeri yang saat ini menjadi Ketua Dewan Pembina Yayasan Negeri Rempah. Bentuk Diplomasi Tangan di Atas merupakan diplomasi yang merujuk pada era Sriwijaya dan Nalanda. Pada masanya, Sriwijaya dan Nalanda membangun hubungan cultural diplomacy yang saling menguntungkan. Sriwijaya pada saat itu sangat royal memberikan sebuah bangunan biara kepada Nalanda. Lewat pertukaran pelajar pula, hubungan Sriwijaya dan Nalanda terjalin dengan sangat baik.
Model cultural diplomacy yang terjadi pada era Sriwijaya tersebut, akan menjadi rujukan penting pada diplomasi budaya Jalur Rempah, yaitu budaya yang berbasis kontribusi dengan lebih banyak memberi melalui pertukaran petani, pertukaran ilmuwan, penulis, dan sebagainya. Hal ini juga nantinya akan dibahas dalam buku Pedoman Diplomasi Budaya Jalur Rempah.
Buku yang rencananya akan dicetak setebal 100 halaman ini memuat lima poin penting, yaitu pengertian diplomasi budaya, diplomasi tangan di atas, implementasi diplomasi tangan di atas dalam isu kontemporer, panduan menjadi duta budaya, serta Program Jalur Rempah. Penyusunan tema besar dalam buku tersebut dilakukan selama tiga hari di Atria Residences, Banten, 28 September sampai 30 September 2020.
Disusun oleh pakar dari lintas disiplin, buku Pedoman Diplomasi Budaya Jalur Rempah ini diharapkan bisa mempermudah proses diplomasi budaya Jalur Rempah ke negara serumpun dan turut menyukseskan tujuan utama Program Jalur Rempah, yaitu menjadikan Jalur Rempah sebagai warisan budaya dunia yang diakui oleh UNESCO.
Penulis: Tiya S.
Editor: Doni A.