Artikel

Dansa dari Kota Padang

admin| 17 Februari 2022

Kaparinyo lagu rang Padang. Ambiak salendang baok manari. Ulasan nyao yo nan lah datang. Untuak pambujuak yo badan diri.

(Kaparinyo lagu orang Padang. Ambil selendang bawa menari. Ulasan nyawa ya yang sudah datang. Untuk membujuk ya badan diri.)

Alunan biola dan akordeon yang dimainkan bersama beberapa alat musik lainnya mengiringi tarian yang berada di atas panggung. Terlihat delapan orang berdansa, laki-laki dan perempuan, saling bergandengan tangan dan membentuk lingkaran sambil bergerak mengikuti alunan musik. Mereka berhadapan melakukan dansa mengikuti aba-aba yang diinstruksikan oleh seorang pemimpin. Sangat mengasyikan, saya pun ikut menggerakkan badan. Saya sempat berpikir, seperti inikah rasanya menonton tari Quadrille yang berasal dari Eropa secara langsung? Namun, musik yang mendayu-dayu mengingatkan bahwa saya sedang berada di Kota Padang dan inilah salah satu kekayaan Indonesia. Budaya dari Kota Padang, tari Balanse Madam dengan iringan musik gamat. 

Tari Balanse Madam yang merupakan bagian dari kebudayaan Padang ini hadir dari akulturasi beberapa budaya. Awalnya, tarian ini dibawakan oleh orang Nias yang berada di Kota Padang dengan gerakan yang menyerupai dansa Eropa, serta diiringi musik pencampuran dari tradisi Minangkabau, Portugis atau Eropa, dan Melayu. Tarian ini ditarikan sebagai hiburan dan ajang untuk mengeratkan interaksi sosial. Tari Balanse Madam biasanya dibawakan dalam perhelatan keadatan, seperti pengangkatan kepala kampung, pesta pernikahan, dan acara perhelatan-perhelatan nagari. Bisa dikatakan tarian ini merupakan tari tradisional yang berasal dari Seberang Palinggam, Kota Padang.

Arti dari Balanse Madam jika dilihat dari akar katanya, Balanse merupakan penggabungan dari kata “Ba” dan “Lanse”. “Ba” dalam bahasa Minang berarti “Ber” dan “Lanse” dalam bahasa Portugis berarti “Dansa”, dan kata “Madam” berarti “Nyonya”. Jika digabungkan setiap kata, Balanse Madam berarti tari yang ditujukan untuk putri atau nyonya para bangsawan. Namun, terdapat juga arti lain, yaitu tari yang berimbang atau sepadan di antara penarinya jika kata “Balanse” diartikan “seimbang”.

Tari Balanse Madam dibawakan oleh empat orang atau lebih dengan jumlah genap dan harus berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Awalnya, penari yang boleh menarikan tarian ini hanyalah mereka yang sudah berumah tangga dan tidak ada hubungan kekerabatan di antara para penari. Hanya saja belakangan ini, siapa saja boleh menarikan tarian ini meskipun belum menikah. Dalam tarian ini, terdapat juga commander atau seorang pemimpin. Tugas commander ialah memberikan instruksi atau aba-aba urutan sebelas gerakan dalam tari Balanse Madam.

Gerak dalam tarian ini diawali dan diakhiri dengan seluruh penari yang bersalaman dengan kepala suku atau orang yang dituakan. Pola lantai dalam tarian ini berbentuk lingkaran dan memiliki nama untuk setiap posisi, posisi Penari Kepala (penari di bagian utara dan selatan) dan posisi Penari Rusuk (penari di bagian barat dan timur). Penari dapat bertukar posisi, peran, dan pasangan karena dalam geraknya terdapat gerakan pertukaran tempat.

Berdendang Pantun Kaparinyo dengan Musik Gamat

Tari Balanse Madam tidak lengkap tanpa iringan musik gamat. Alat musik yang dipakai dalam tarian ini, yaitu tiup kayu (woodwind), tiup logam (brass), biola, tamborin, akordeon, serta gendang dengan irama 4/4 dan nada diatonik. Menurut A. A. Navis, diduga musik gamat dikenalkan oleh Portugis melalui pelaut-pelaut Melayu dari Malaka, dilihat dari pemakaian biola dan akordeon yang merupakan wujud fisik dari kebudayaan Eropa dan juga nyanyian Kaparinyo. Hanya saja, sebagian menganggap musik ini dibawa oleh Portugis dari Malaka, didukung oleh komunitas Portugis yang menjadi kelompok masyarakat di pesisir Minangkabau dan mereka juga ikut mendukung musik gamat.

Terdapat dua tempo dalam musik gamat, tempo langgam untuk jenis tarian yang lambat dan tempo joget untuk jenis tarian yang cepat. Jumlah pemusik dalam musik gamat tergantung pada banyaknya alat musik yang dipakai. Jenis musik ini tergantung pada instrumen biola, tetapi jarang ada pemainnya, begitu juga akordeon. Harga alat musik biola yang mahal dan sedikit orang yang memiliki alat musik ini menjadi penyebabnya. Karena itu, saat ini organ tunggal digunakan sebagai pengiring tari Balanse Madam, didukung juga dengan maraknya pemakaian organ tunggal untuk mengiringi perhelatan-perhelatan. Pantun kaparinyo biasanya dipakai dalam tari Balanse Madam dengan iringan musik gamat.

Kaparinyo lagu rang Padang (Kaparinyo lagu orang Padang)

Ambiak salendang baok manari (Ambil selendang bawa menari)

Ulasan nyao yo nan lah datang (Ulasan nyawa ya yang sudah datang)

Untuak pambujuak yo badan diri (Untuk membujuk ya badan diri) 

Jika pantun di atas disajikan dalam musik gamat, susunannya akan berbeda karena penyanyi harus menyesuaikan dengan aransemen musik. Menurut cerita masyarakat, lagu ini merupakan peninggalan Portugis dan dimainkan dengan tempo joget. Arti dari kaparinyo sendiri masih menjadi misteri karena bukan berasal dari bahasa Minangkabau. Hal ini tidak menghilangkan makna historis dari lagu kaparinyo bagi pemusik gamat sehingga lagu ini dijadikan lagu pembuka dalam pertunjukan musik gamat.

Pinang sirih atau daun sirih, sadah atau kapur, dan gambir yang merupakan sesembahan yang dipakai masyarakat di Nusantara saat melakukan suatu upacara juga ada dalam rangkaian tari Balanse Madam. Sebelum menampilkan tari Balanse Madam, harus melakukan permintaan izin, tuo kafo yang bertindak sebagai janang meminta izin kepada kafalo kafo. Saat meminta izin, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu seperangkat carano (cerana) yang diisi dengan pinang, daun sirih, sadah atau kapur, gambir, tembakau, dan terkadang ditambah rokok serta uang. Selain carano yang lengkap dengan isinya, terdapat juga minuman tuo nifaro, sopi, atau tuak. Sebagai tanda diterimanya minuman itu, orang yang dituakan akan meminum tuo nifaro secara bergantian, mulai dari kafalo kafo, tuo kafo, ninik mamak, dan pemuka masyarakat.

Dalam tari Balanse Madam, terdapat kebudayaan Portugis atau kebudayaan dansa orang Barat dan dibawakan dengan kostum yang sama dengan pakaian orang Melayu. Diiringi juga dengan musik gamat yang terdiri dari instrumen yang berasal dari beberapa kebudayaan. Hal ini menambah kekayaan kebudayaan Kota Padang. Begitulah, jalur rempah dan segala kegiatannya sangat menentukan nasib suatu tempat dan masyarakatnya, termasuk kebudayaan itu sendiri.

Jalur rempah adalah jalur dengan rute yang terlewat panjang, membingungkan, dan sulit untuk diketahui secara rinci dalam sejarah dunia. Para peneliti terus berusaha untuk menggambarkan dan merunutkan jalur rempah ini dengan jelas. Jalur ini telah meninggalkan banyak kenangan dan perubahan untuk tiap wilayah yang menjadi persinggahannya. Sejatinya, tidak banyak wilayah di Indonesia yang tercatat dalam buku-buku sejarah sebagai tempat persinggahan kapal-kapal pemburu rempah. Hanya saja, banyak hal yang bisa ditemukan kini sebagai bukti adanya pengaruh dari jalur rempah terhadap beberapa kebudayaan di Indonesia.

Balanse Madam, salah satu tarian yang ikut mengambil bagian dalam pengaruh dari jalur rempah. Tarian ini merupakan kesenian yang dimiliki oleh orang Nias di Padang atau disebut juga Nias Padang. Nias adalah salah satu suku yang terletak di pesisir baratnya Pulau Sumatra. Hanya saja, di tahun 1520 Portugis melakukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kapten Diego Pachego untuk menemukan “Isla de Ouro” atau legenda pulau emas. Mereka mengelilingi Sumatra dan menuju Nias, padahal di Nias tidak ada emas. Setelahnya, bergantilah giliran Belanda yang berpetualang ke Nias. Terjadi pasar perdagangan manusia, gadis Nias yang terkenal dengan kecantikannya pun banyak diperdagangkan untuk menjadi selir atau budak. Dibawalah mereka mengikuti majikannya, termasuk ke Kota Padang.

Tidak aneh lagi bila Kota Padang memiliki kebudayaan yang terbentuk dari hasil akulturasi. Padang merupakan pelabuhan terpenting di pantai barat Pulau Sumatra. Banyak penduduk di wilayah sekitar yang berdatangan ke Padang untuk melakukan kegiatan berdagang dengan VOC. Selain perdagangan VOC atau Belanda, pedagang dari Inggris, Portugis, Prancis, dan diikuti oleh Tiongkok juga mengambil bagian bersinggah di Padang. Dengan begitu, Kota Padang tidak dihuni penduduk asli saja, tetapi juga sejumlah orang asing. Dari perkampungan nelayan, Padang berubah menjadi pelabuhan dagang internasional.

Sejak abad ke-16, banyak permintaan akan lada pada bandar-bandar di pantai Barat Sumatra oleh Tiongkok untuk diekspor ke Eropa, meningkatlah mobilitas penduduk Minangkabau dan penduduk di wilayah sekitar. Jaringan perdagangan dari pulau ke pulau dan pantai menyebabkan Bandar Padang sampai di Pulau Tello, Nias. Dengan begitu, mulai berdatangan suku Nias. Mereka bekerja sebagai buruh, pengrajin atau pembuat atap rumbia. Semakin banyaknya mobilitas penduduk Nias, mereka pun menetap dan mendiami daerah tertentu di Padang dan sekarang masih dikenal dengan nama Kampung Nias.

_______

Naskah ini merupakan karya 10 pemenang terbaik dalam Lomba Penulisan Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia 2021. Naskah telah melewati proses penyuntingan untuk kepentingan publikasi di laman ini.

_______

Putri Wanggay, penulis dan pegiat kebudayaan.

Editor: Tiya S.

Sumber gambar: ilustrasi oleh Redaksi Jalur Rempah

Bagikan:

Artikel Populer

Menilik Budaya Bahari di Tengah Masyarakat Suku Bajo

11 Juni 2022

Loji Pulau Cingkuk & Perdagangan Rempah di Pesisir Minangkabau Zaman Kompeni

24 Februari 2022

Pulau Tidore, Penghasil Cengkeh & Perannya dalam Perdagangan Dunia

23 Oktober 2020

Artikel Terbaru

Telusuri Kekayaan Historis dan Budaya Kepulauan Selayar, Muhibah Budaya Jalur Rempah Kembali Digelar

24 November 2023

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

24 September 2023

Antusias 140 Nelayan Adu Cepat dalam Lomba Perahu Layar Tradisional dan Upaya Regenerasi ke Anak Cucu

24 September 2023

Artikel Terkait

...

Pulau Tidore, Penghasil Cengkeh & Perannya dalam Perdagangan Dunia

admin

23 Oktober 2020

...

Pala: Mutiara Hitam Penyelamat Kei Besar dalam Wabah Waur Gate

Muhammad Attorik Falensky

7 April 2023

...

“Jampi” Jawa, Warisan Leluhur Keraton Solo

Achmad Khalik Ali

19 Januari 2023