Artikel

Inspirasi Jamu Rempah dari Zaman Majapahit yang Lestari hingga Masa Kini

Yesicha Maya Maulina| 14 April 2023

Jamu merupakan minuman berbahan dasar tanaman herbal yang dicampur dengan rempah-rempah alami. Eksisnya minuman tradisional ini tertuang dalam prasasti Madhawapura peninggalan Kerajaan Majapahit yang menyebutkan bahwa ada profesi bernama acaraki yang berperan sebagai pembuat jamu tradisional (Sukini, 2018). Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Jawa kuno telah mengenal jamu tradisional sebagai elemen penting dalam bidang kesehatan. 

Tanaman dan rempah yang diolah menjadi jamu oleh masyarakat Majapahit merupakan tanaman yang diyakini dapat menyembuhkan beberapa jenis penyakit. Tanaman dan rempah tersebut biasanya sengaja ditanam di pekarangan atau ditemukan di hutan. Berikut adalah daftar tanaman dan rempah-rempah yang biasa digunakan oleh masyarakat Majapahit pada tahun 1035–1400 Masehi. 

Bagian

Nama

Umbi

Kunyit, jahe, kencur, lengkuas, temu kunci

Daun

Sirih, pandan, kangkung

Batang

Palasari, pule, kayu manis

Buah

Kapulaga, jeruk nipis, belimbing wuluh

Biji

Kecubung, pala

Akar

Aren

Seluruh tanaman

Sambiloto

 

Masyarakat Majapahit percaya bahwa menderita sakit medis merupakan salah satu pertanda adanya ketidakseimbangan di dalam tubuh sehingga harus dilakukan pengobatan dengan cara pemijatan atau padadah, operasi, dan konsumsi obat-obatan tradisional, seperti jamu. Jamu diolah sedemikian rupa sampai menjadi rebusan yang siap untuk dikonsumsi.

Kemanjuran jamu tak pernah lekang oleh waktu walaupun sudah hampir enam abad eksis di tanah Jawa. Di masa ini, kita masih bisa menemui pedagang jamu gendong yang menjajak jamu andalan mereka. Jamu-jamu olahan tersebut merupakan representasi dari “Surya Majapahit”, lambang dari Kerajaan Majapahit yang berbentuk matahari dengan delapan sudut (Purnomo, 2015). Berikut adalah delapan olahan jamu tersebut beserta makna filosofisnya:

  1. Kunyit asam: Jamu ini berbahan dasar kunyit dan asam, memiliki rasa manis disertai asam. Warna kuning dari jamu memiliki makna sebagai kehidupan yang dimulai dari masa bayi hingga anak-anak yang terasa manis.

  2. Beras kencur: Terbuat dari beras dan kencur, jamu ini memiliki rasa sedikit pedas. Rasa ini memiliki arti kehidupan manusia yang menuju masa remaja dengan merasakan kesulitan hidup.

  3. Cabai puyang: Terbuat dari cabai jamu dan lempuyang, jamu ini merupakan simbol kehidupan manusia yang menginjak masa dewasa dan mulai merasakan pahitnya hidup. Makna tersebut tertuang dalam rasa jamu yang pedas dan kepahit-pahitan.

  4. Pahitan: Jamu ini berbahan dasar sambiloto, pule, brotowali, dan bidara laut. Dengan memiliki cita rasa yang pahit, jamu ini bermakna kehidupan manusia dewasa yang pahit, tetapi harus tetap dijalani.

  5. Kunci suruh: Dibuat dari temu kunci, kunyit, jahe, kencur, kapulaga, sirih, beluntas, kayu manis, asam, serai, dan jeruk nipis, jamu ini memiliki melambangkan kesuksesan di masa dewasa karena bekal yang sudah dibawa di masa muda.

  6. Kudu laos: Berbahan dasar mengkudu dan laos, jamu ini terkenal sebagai jamu penghangat tubuh sehingga memiliki makna kedewasaan manusia yang harus mampu mengayomi orang-orang di sekitarnya.

  7. Uyup-uyup: Jamu yang terbuat dari kencur, jahe, bangle, laos, kunyit, dan temu giring ini melambangkan pengabdian diri manusia kepada Tuhan yang berwujud kepasrahan tulus seorang hamba.

  8. Sinom: Berbahan dasar asam, jamu ini memiliki cita rasa asam, manis, dan segar. Rasa tersebut menjadi simbol akhir hidup manusia apabila dilahirkan dalam keadaan suci, maka harus kembali dalam keadaan suci pula atau disebut moksa.

Delapan jamu tersebut alangkah baiknya diminum secara berurutan supaya khasiat yang dirasakan dapat bermanfaat bagi tubuh (Rahmy Ayu dan Rodiyati Azrianingsih, 2014). Selain baik untuk kesehatan karena semua bahannya alami, jamu-jamu ini memiliki arti filosofis yang menjelaskan siklus hidup manusia sebagai peninggalan leluhur supaya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi manusia yang lebih baik.

 

_________

Sumber Referensi

Martha Tilaar dan Widjaja, 2014. The Power of Jamu: Kekayaan dan Kearifan Lokal Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 173-174.

Purnomo. 2015. Praktik-Praktik Konservasi Lingkungan Secara Tradisional di Jawa. Malang: UB Press. hlm. 71-72.

Rahmy Ayu Wulandari dan Rodiyati Azrianingsih, 2014. “Etnobotani Jamu Gendong Berdasarkan Persepsi Produsen Jamu Gendong di Desa Karangrejo, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang”. Jurnal Biotropika Vol. 2 No. 2 tahun 2014. hlm. 198-202.

Sukini. 2018. Jamu Gendong Solusi Sehat Tanpa Obat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

_________

Ditulis oleh Yesicha Maya Maulina, yesichamaya25@gmail.com 

Editor: Dian Andika Windah & Tiya S.

Sumber gambar: Hilalmansur / Freepik

Konten ini dibuat oleh kontributor website Jalur Rempah.
Laman Kontributor merupakan platform dari website Jalur Rempah yang digagas khusus untuk masyarakat luas untuk mengirimkan konten (berupa tulisan, foto, dan video) dan membagikan pengalamannya tentang Jalur Rempah. Setiap konten dari kontributor adalah tanggung jawab kontributor sepenuhnya.

Bagikan:

Artikel Populer

Kota Makassar: Beras dan Bandar Rempah Terbesar Asia Tenggara

14 Oktober 2020

Peran Rempah-Rempah bagi Gastrodiplomasi Indonesia

18 Februari 2021

Rempah Gulai Kambing Mas Wis, Bercita Rasa Khas Bali

25 April 2022

Artikel Terbaru

Telusuri Kekayaan Historis dan Budaya Kepulauan Selayar, Muhibah Budaya Jalur Rempah Kembali Digelar

24 November 2023

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

24 September 2023

Antusias 140 Nelayan Adu Cepat dalam Lomba Perahu Layar Tradisional dan Upaya Regenerasi ke Anak Cucu

24 September 2023

Artikel Terkait

...

Rempah Gulai Kambing Mas Wis, Bercita Rasa Khas Bali

admin

25 April 2022

...

Aksara Lontara & Hukum Amanna Gappa: Jejak Jalur Rempah Makassar

admin

15 Oktober 2020

...

Benteng Nassau: Kisah dan Jejak Perdagangan Rempah di Maluku

admin

1 November 2020