Jalur rempah yang terbentang dari timur Asia hingga barat Eropa terhubung dengan benua Amerika, Afrika, dan Australia. Jalur ini pula yang memberi pengaruh pada peradaban global serta keberagaman dan akulturasi budaya.
Tahukah kalian bahwa popularitas Indonesia sebagai jalur perdagangan rempah dunia sudah ada berabad-abad lamanya? Menurut para ahli, pertukaran komoditas antarbangsa ini sudah terjadi sejak 4.000 tahun lalu. Komoditas utamanya antara lain pala, cengkeh, dan lada. Para pemburu rempah masuk melalui pelabuhan di titik-titik jalur rempah Indonesia.
Kejayaan rempah pada era prakolonial masih menjadi perdebatan para sejarawan. Hal ini dikarenakan belum banyaknya bukti tentang kejayaan tersebut. Namun, para ahli dari Timur meyakini bahwa penjelajahan rempah telah ada pada masa kerajaan.
Adanya interaksi antarbangsa ini dipengaruhi oleh datangnya penutur Austronesia ke Nusantara sekitar 4.500 yang lalu dengan jalur laut yang menyebabkan terjadinya pertukaran budaya hingga terbentuknya budaya bahari Nusantara.
Salah satu bukti sejarah adanya andil Indonesia dalam ranah perdagangan di Samudra Hindia terdapat pada Guide to Geography, peta kuno di mana di dalamnya tercantum nama sebuah kota bernama Barus, yang merupakan karya Claudius Ptolemaeus. Nama kota inilah yang kemudian mengacu pada salah satu komoditas perdagangan Nusantara, yaitu kapur barus.¹
Masuknya Bangsa Eropa
Eropa telah mengenal rempah sejak masa Romawi, tetapi baru sekitar abad ke-15 bangsa Eropa menelusuri sendiri keberadaan rempah di daerah Nusantara dengan melakukan penjelajahan samudra. Pada 1551, Portugis melabuhkan kapalnya di daerah Malaka.
Rempah menjadi alasan bangsa Eropa melakukan eksplorasi bahkan memonopoli perniagaan rempah Nusantara. Bangsa Portugis yang semula hanya berdagang lalu disambut dengan ramah oleh masyarakat Indonesia, lantas mengubah tujuannya untuk menguasai wilayah dan memonopoli perdagangan dikarenakan menjulangnya harga rempah sebagai komoditas perdagangan.
Monopoli perdagangan ini diawali dengan terbentuknya VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang dibentuk oleh Belanda setelah menaklukan Portugis. Tujuan monopoli perdagangan ini agar VOC mendapat keuntungan dari perdagangan rempah yang dihasilkan petani di wilayah Indonesia. Mereka memaksa petani Indonesia mematuhi segala kebijakan VOC. Kolonialisme ini amat sangat merugikan perniagaan rempah bagi Indonesia.
Kedatangan bangsa Eropa menjadikan terjadinya interaksi budaya yang menghasilkan bermacam peninggalan bukti sejarah, mulai dari bahasa, musik, hingga arsitektur, contohnya di Kota Tua Jakarta yang model arsitekturnya merupakan peninggalan bangsa Eropa.
Akulturasi Budaya Antara Indonesia dan Hindustan
Pengaruh budaya India di Indonesia sudah terjadi sejak masa prasejarah, ketika masuknya Hindu-Buddha di Indonesia. Ketenaran India pada Jalur Rempah Nusantara terletak pada tanaman lada. Tanaman hijau ini tumbuh merambat di pesisir pantai Malabar, India, kemudian disebarluaskan melalui perdagangan di Jalur Rempah.
“Lada yang sering kita gunakan itu bukan tanaman endemik kita. Introduce dari Ghats, India yang kemudian disebarluaskan ke berbagai penjuru Asia Tenggara,” ujar sejarawan Padjadjaran, Fadly Rahman, dalam webinar berjudul “Goyang Lidah dengan Rempah-Rempah”. Budaya India juga erat kaitannya dengan Nusantara, seperti bahasa. Bahasa Sanskerta marak digunakan oleh orang Indonesia pada masa itu, bahkan banyak nama-nama orang yang dikutip dari bahasa Sanskerta.
Lalu dari segi seni bangunan, banyak bangunan candi Indonesia yang arsitekturnya mengambil dari budaya India. Contohnya saja candi yang menjadi salah satu keajaiban dunia, Borobudur. Candi megah ini adalah bukti nyata adanya akulturasi budaya India (Hindu-Buddha) dengan budaya asli Indonesia. Salah satu perpaduan arsitektur tersebut adalah punden berundak yang memiliki pola bangunan yang sama dengan Borobudur. Dasar bangunan candi itu merupakan hasil pembangunan bangsa Indonesia dari zaman Megalitikum, yaitu bangunan punden berundak-undak. Punden berundak ini mendapat pengaruh budaya Hindu-Buddha hingga menjadi wujud sebuah candi.³
Ada pula dari seni pertunjukan yang merupakan hasil akulturasi budaya, yaitu wayang, pertunjukan khas Indonesia yang mendapat pengaruh dari kebudayaan India, misalnya pada cerita Mahabarata dan Ramayana.
Sejarah Pelayaran Indonesia di Madagaskar
Ahli sejarah Robert Dick-Read mengabadikan jejak kehadiran budaya Nusantara di Madagaskar dan Afrika Selatan dalam karyanya “The Phantom Voyagers Evidence of Indonesian Settlement in Africa in Ancient Time”.⁴ Meskipun tidak terlalu banyak bukti sejarah yang dapat diidentifikasi, tetapi para sejarawan yakin bahwa hubungan Nusantara dan Afrika telah ada dan dihubungkan dengan adanya pelayaran.
Petunjuk awal yang menjadi faktor utama adanya pelayaran ini adalah ditemukannya relief di dinding Candi Borobudur yang didirikan sekitar abad ke-8. Di candi ini terdapat tujuh relief yang menggambarkan perahu layar yang tengah menggunakan layar ganda dan memiliki cadik (outrigger).⁵
Menariknya, riset yang dilakukan Dick-Read mendapatkan bukti valid yang menunjukkan pelaut Nusantara benar-benar berlayar hingga ke Afrika. Bukti-bukti tersebut antara lain, bangsa Madagaskar yang fasih berbahasa Austronesia dan alat musik yang memiliki kesamaan antara bangsa Indonesia dan Afrika. Tak lupa pula tanaman khas Nusantara yang diikutsertakan dalam pelayaran ini, misalnya pisang raja, ubi jalar, keladi, dan jagung.⁶
Akulturasi Budaya Arab-Indonesia sebagai Elemen Kearifan Lokal
Masuknya pedagang Arab ke Nusantara memberi pengaruh yang bisa dirasakan hingga kini. Salah satu pengaruh besar ialah menyebarnya agama Islam yang kemudian menjadikan Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia. Selain itu, terjadi juga akulturasi budaya, misalnya pada tari tarian, alat musik, hingga gaya bahasa.
Contohnya, alat musik gambus yang merupakan hasil perpaduan kebudayaan. Alat musik yang masuk ke Indonesia berbarengan dengan syiar Islam di Semenanjung Aceh ini bisa ditemukan pada berbagai kesenian tradisional daerah Sumatra.
Selain itu, dari segi gaya bahasa pun masih bisa dirasakan hingga kini, di mana orang Arab terkenal dengan cara berbahasa yang tidak lugas layaknya orang barat atau lebih mengedepankan berbasa-basi. Hal yang sama pun masih dijumpai hingga kini di Indonesia, banyak orang Indonesia yang masih lekat dengan budaya basa-basi itu sendiri.
Peran Bahasa dalam Kelancaran Perniagaan Rempah
Bahasa adalah alat komunikasi yang memungkinkan terjadinya interaksi antarindividu bahkan antarwilayah. Bahasa yang banyak digunakan untuk jalinan perdagangan rempah di Nusantara adalah bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia berakar dari rumpun bahasa Austronesia. Menurut sejarawan Leonard Y. Andaya, teori asal-usul bahasa Melayu dan penuturnya yang paling masyhur dikemukakan oleh arkeolog Peter Bellwood dan linguis Robert Blust. Bentuk paling purba bahasa ini yang disebut Proto Melayu-Polinesia diperkirakan mulai bertumbuh di Filipina sekitar 2.500 tahun sebelum Masehi.⁷
Bahasa Melayu yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya ini dikenal dengan sebutan lingua franca atau “bahasa pergaulan” pada suatu wilayah dengan keragaman penuturan bahasa yang berbeda-beda. Dapat pula diartikan bahwa bahasa Melayu inilah yang menjadi bahasa persatuan para saudagar dan pedagang di Jalur Rempah Nusantara.
Seorang musafir Tiongkok, I-Tsing, yang sempat bertandang ke Sriwijaya di masa lampau menyebut bahwa bahasa Melayu Kuno lazim dipakai untuk keperluan perdagangan. Bahasa tersebut juga dimanfaatkan untuk keperluan sosial, politik, dan sebagai bahasa pengantar mempelajari bahasa Sanskerta dan agama Buddha.⁸ Bahasa Melayu memiliki peranan yang signifikan dalam perniagaan rempah sekaligus terjadinya akulturasi budaya Nusantara dengan bangsa lain. Bahasa ini pun mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan meningkatnya perdagangan di Malaka sekitar abad ke-14.
Para pelaut dari Eropa dan pedagang wilayah lain merasa butuh meningkatkan kemahirannya dalam menguasai bahasa Melayu. Hal ini untuk mempermudah komunikasi dalam sektor perdagangan, misalnya saja pada perdagangan rempah.
Sistem Perdagangan Jalur Rempah serta Mata Uang yang Digunakan
Pernahkah kalian membayangkan seperti apa sistem perniagaan di Jalur Rempah pada masa lalu? Lalu, alat transaksi apa yang digunakan pada masa itu? Perniagaan rempah pada masa lampau memiliki beberapa perbedaan dari perdagangan pada masa kini. Di zaman tersebut, ada beragam mata uang yang digunakan pedagang dari tiap daerah. Contohnya, pedagang Bengkulu dan Pekalongan menjadikan manik-manik sebagai alat transaksi. Sementara itu, pedagang Majalengka dan Sulawesi Selatan menggunakan gelang. Ada pula pedagang Papua yang menggunakan kerang. Aceh dan Sulawesi sudah memiliki uang logam dari emas.⁹
Namun, terdapat satu mata uang yang menjadi sangat populer pada masa itu. Mata uang ini adalah Real Spanyol yang dibawa oleh para pedagang dari Portugis. Setelah ada alih kekuasaan pada VOC, VOC sempat membuat beberapa mata uang, seperti Doit, Bonk, Guilder, Rijksdaalder, dan Ropij Jawa.¹º
Begitu pentingnya peran Jalur Rempah ini, baik bagi perekonomian bangsa, hingga transfer budaya. Bahkan dengan Jalur Rempah, Indonesia bisa menjadi poros maritim dunia. Oleh karena itu, merekonstruksi dan merevitalisasi Jalur Rempah adalah suatu program yang semestinya mendapat dukungan penuh dari semua pihak, baik pemerintah maupun semua kalangan masyarakat agar Jalur Rempah Nusantara kembali ke masa kejayaannya.
_______
¹ Artikel https://jalurrempah.kemdikbud.go.id/ “Jalur Rempah: Memuliakan Masa Lalu untuk Kesejahteraan Masa Depan”.
³ Blog Ruang Guru 12 Mei 2021.
⁴ Artikel Indonesia.go.id “Dulu Bangsa Indonesia Adalah Bangsa Maritim” Sabtu, 19 Oktober 2019.
⁵ Artikel Indonesia.go.id “Dulu Bangsa Indonesia Adalah Bangsa Maritim” Sabtu, 19 Oktober 2019.
⁶ Artikel “ Sejarah Pelaut Indonesia”.
⁷ Artikel "Sejarah Bahasa Melayu sebagai Lingua Franca di Asia Tenggara", https://tirto.id/eBCU.
⁸ Artikel "Sejarah Bahasa Melayu sebagai Lingua Franca di Asia Tenggara", https://tirto.id/eBCU.
⁹ Artikel Kompas “Seperti Apa Uang yang Digunakan pada Periode Rempah di Indonesia” 27 September 2020.
¹º Artikel Kompas “Seperti Apa Uang yang Digunakan pada Periode Rempah di Indonesia” 27 September 2020.
_______
Naskah ini merupakan karya pemenang pilihan dalam Lomba Penulisan Bumi Rempah Nusantara untuk Dunia 2021 kategori Pelajar. Naskah telah melewati proses penyuntingan untuk kepentingan publikasi di laman ini.
_______
Penulis: Ajeng Rosviana
Editor: Tiya S.
Sumber gambar: Perpustakaan Universitas Cambridge, Peta Samudra Hindia dan laut Cina diukir pada tahun 1728 oleh Ibrahim Müterrika dalam Pameran Jalur Rempah