Artikel

Kehangatan Wedangan Pendopo di Solo

Elsa Zulaeda| 14 September 2022

Ibu kota Jawa Tengah adalah Semarang, tetapi pada pembahasan saat ini yang akan dibintangi merupakan wilayah dengan ciri khas minuman wedangnya. Kota yang dimaksud adalah Solo. Adapun istilah “wedangan” dalam bahasa Jawa berasal dari kata dasar wedang yang artinya air minum. Wedangan merupakan sebuah aktivitas berjualan pada malam hari di suatu tempat yang bisa disebut juga sebagai angkringan. Secara umum, kuliner yang disediakan adalah makanan dan minuman sederhana, seperti wedang jahe, teh, ronde, serta makanan ringan termasuk nasi kucing, sate usus, ketan, dan lain-lain.

Wedangan menjadi sebuah ikon khas daerah Solo karena banyaknya tempat wedangan yang mudah dikunjungi. Masyarakat juga mengenal wedangan dengan singkatan HIK atau Hidangan Istimewa Kampung. Wedangan di setiap ruas jalan di Solo diidentikan dengan sebuah gerobak dorong yang menyediakan berbagai macam kuliner. Gerobak tersebut ditutupi dengan kain terpal plastik sehingga dapat mencukupi untuk 8-10 konsumen. Waktu yang sesuai untuk membuka tempat wedangan adalah sejak sore hingga dini hari. Selain itu, ciri khas dari wedangan adalah penggunaan senthir atau teplok sebagai alat penerangannya. Harga dari kuliner yang disajikan terbilang murah. Suasananya juga mendukung untuk menjalin keakraban karena wedangan menjadi tempat tanpa membedakan golongan atau kelompok seseorang. 

Rekam jejak HIK atau wedangan di Solo tidak terlepas kaitannya dengan sejarah wedangan di Yogyakarta. Aktivitas perdagangan ini ditujukan sebagai upaya pengentasan kemiskinan. Wedangan di kota tersebut diawali oleh seorang pendatang dari Cawas, Klaten, pada tahun 1950-an. Pada saat itu, Klaten dalam kondisi tandus karena musim kemarau sehingga lahan tidak subur dan membuat banyak orang kehilangan pekerjaannya. Salah satu dari mereka yang bernama Mbah Pairo akhirnya mengadu nasib ke Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu, wedangan terkenal luas dan berkembang di kota lain, yaitu Solo.

Saat ini, wedangan yang bermula dari aktivitas berkeliling menggunakan angkringan telah berkembang dengan konsep berbeda. Wedangan berubah menjadi tempat modern yang tidak berpindah tempat atau sistemnya menetap, seperti kafe yang bersifat tradisional. Seluruh makanan khas wedangan yang disajikan dapat langsung dipilih oleh pengunjung. Salah satu wedangan yang cukup terkenal ialah Wedangan Pendopo.

Wedangan Pendopo berlokasi di Jl. Srigading I Nomor 7 Mangkubumen, Banjarsari. Terdapat banyak wedangan di Solo, tetapi Wedangan Pendopo memiliki ciri khas yang membedakannya dengan wedangan lain. Perbedaan ini terlihat melalui konsep tempat dengan latar masa lalu dan bangunan berarsitektur Jawa, serta terdapat berbagai barang antik di dalamnya. Hal ini membuat nuansa tradisional Indonesia bisa dirasakan oleh pengunjung.

Wedangan Pendopo didirikan pada tahun 2011 oleh Ustiani dan Totok yang memiliki kegemaran mengumpulkan barang antik. Salah satu daya tarik dari Wedangan Pendopo, yaitu tempat ini sejak lama menjadi langganan keluarga Presiden Joko Widodo. Terdapat banyak foto yang mendokumentasikan Ibu Negara Iriana ketika singgah bersama keluarganya di Wedang Pendopo. Selain karena tempatnya yang unik, ternyata sang pemilik, Ustiani, adalah teman Iriana saat mengemban pendidikan di SMA N 3 Surakarta.

Sajian kuliner Wedangan Pendopo secara umum hampir sama dengan wedangan lain, tetapi tempat ini memiliki menu favorit, antara lain berbagai macam gorengan, sate, dan ketan yang dibakar terlebih dahulu sebelum disantap. Selain itu, minuman yang tentunya menjadi khas adalah wedang rempah, seperti wedang jahe, wedang serai, wedang jahe serai, wedang kopi, wedang kopi jahe, wedang kopi jahe serai, wedang kopi jos, wedang susu jahe, wedang susu cokelat, dan wedang cokelat. Menu minuman favoritnya adalah wedang jahe serai dengan rasa manis pedasnya. Selain itu, minuman ini dibuat secara manual, yang artinya tidak menggunakan minuman saset instan sehingga cita rasa rempah alaminya membantu menghangatkan badan di tengah dinginnya malam.

Wedang jahe serai sebagai minuman favorit Wedang Pendopo sangat mudah dibuat. Secara umum, bahannya terdiri dari air, batang serai yang diambil bagian putihnya, jahe yang telah dikupas kulitnya kemudian dibakar, dan gula batu atau gula aren. Caranya adalah dengan menumbuk serai dan jahe lalu masukkan ke dalam air. Selanjutnya, masak hingga mendidih dan wedang jahe serai siap untuk diminum. Minuman ini memiliki manfaat untuk kesehatan tubuh, seperti menghangatkan tubuh, meredakan peradangan, mengobati mual, menyehatkan pencernaan, dan menurunkan tekanan darah.

Rempah sebagai bahan yang mendominasi kuliner Nusantara menjadikannya sebagai ciri khas utama beragam makanan dan minuman. Hal ini terlihat juga dalam budaya wedangan atau angkringan yang menjadi tradisi di Indonesia. Pelestarian rempah sebagai menu wedangan tidak terlepas dari memori kolektif masyarakat. Oleh karena itu, wedangan sebagai media pelestarian dan pemanfaatan rempah menjadi salah satu komponen yang harus dijaga untuk mempertahankan budaya kuliner rempah Nusantara. 

Kehangatan rempah yang sejak lama hadir di tengah masyarakat membuktikan bahwa rempah menjadi barang istimewa. Perdagangan rempah yang hadir di Solo menghasilkan berbagai kebudayaan dalam upaya mempertahankan kehidupan. Salah satunya mendatangkan tradisi wedangan yang dikenal dengan minuman untuk menghangatkan badan ketika malam tiba. Hingga saat ini, Solo menjadi daerah konsumen rempah yang tinggi. 

Pada masa kolonial, warung-warung HIK atau angkringan sudah ada dan digandrungi oleh penduduk pribumi. Namun, pada masa itu angkringan masih menggunakan gerobak, bahkan terdapat angkringan yang dipikul sehingga dapat berpindah-pindah tempat. Selanjutnya pada era kontemporer saat ini, HIK atau angkringan dengan menu wedangan tetap eksis di kalangan masyarakat. Dengan masyarakat Solo yang terdiri dari berbagai kelompok, termasuk para pelajar yang berasal dari luar daerah atau merantau, mereka lebih menyukai untuk duduk di angkringan saat malam hari. Hal ini karena menu angkringan relatif murah dan sesuai dengan kondisi keuangan pelajar. Tidak hanya di Wedangan Pendopo, angkringan lain yang lebih sederhana juga menjadi pilihan.

Jalur Rempah sebagai media yang membawa gaya hidup manusia membuktikan bahwa rempah-rempah sangat dibutuhkan dan melahirkan kebudayaan dalam aspek perekonomian, sosial budaya, serta kuliner. Wedangan Pendopo menjadi salah satu bukti gaya hidup turun-temurun dalam penggunaan rempah. Budaya pemanfaatan rempah ini yang harus diteruskan oleh masyarakat agar nilainya tetap terjaga. Ke depannya, tidak hanya mengenai budaya, tetapi juga tentang usaha pedagang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya melalui perdagangan produk rempah. Dengan demikian, Jalur Rempah akan menjadi tali pengikat dalam menyalurkan gaya hidup warisan nenek moyang yang dapat membangun perekonomian masyarakat sekaligus memberikan kehangatan bagi konsumennya.

 

_______

Referensi: 

Azizah, Risyda. (2015). Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Isnanto, Bayu Ardi. (2019). “Wedangan Pendopo Langganan Keluarga Jokowi dengan Konsep Klasik”. Diakses melalui https://food.detik.com/info-kuliner/d-4795451/wedangan-pendopo-langganan-keluarga-jokowi-dengan-konsep-klasik pada 17 Januari 2022. 

Kaplan, David dan Robert A Manners. (2012). Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 

Rusdiyana, Novita. (2018). “Wedangan Pendopo”. Diakses melalui https://surakarta.go.id/?p=9930 pada 17 Januari 2022.

Sumeru, Damar: (2016). Mengapa Konsumen yang Puas Ingin Berpindah? (Studi pada Wedangan Omah Lawas di Surakarta). Surakarta: Jurnal Manajemen FEB UNS. 

Utroq Trieha, “Asal-Usul HIK, Wedangan, dan Angkringan sebagai sosialita Keramahan”, di akses melalui https://ensiklo.com/tag/asal-usul-wedangan/ pada 17 Januari 2022.

_______

Ditulis oleh Elsa Zulaeda (elsa.zulaeda@ui.ac.id), Laskar Rempah Jawa Tengah

Editor: Doni Ahmadi & Tiya S. 

Sumber gambar: freepik.com/hernandaharis

Konten ini dibuat oleh kontributor website Jalur Rempah.
Laman Kontributor merupakan platform dari website Jalur Rempah yang digagas khusus untuk masyarakat luas untuk mengirimkan konten (berupa tulisan, foto, dan video) dan membagikan pengalamannya tentang Jalur Rempah. Setiap konten dari kontributor adalah tanggung jawab kontributor sepenuhnya.

Bagikan:

Artikel Populer

Dansa dari Kota Padang

17 Februari 2022

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

24 September 2023

Pulau Aru dan Kei serta Jejak Jalur Rempah yang Mendunia

17 Oktober 2020

Artikel Terbaru

Telusuri Kekayaan Historis dan Budaya Kepulauan Selayar, Muhibah Budaya Jalur Rempah Kembali Digelar

24 November 2023

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

24 September 2023

Antusias 140 Nelayan Adu Cepat dalam Lomba Perahu Layar Tradisional dan Upaya Regenerasi ke Anak Cucu

24 September 2023

Artikel Terkait

...

Pulau Aru dan Kei serta Jejak Jalur Rempah yang Mendunia

admin

17 Oktober 2020

...

Pulau Tidore, Penghasil Cengkeh & Perannya dalam Perdagangan Dunia

admin

23 Oktober 2020

...

Peran Rempah-Rempah bagi Gastrodiplomasi Indonesia

admin

18 Februari 2021