Artikel

Kekayaan Rimpang-rimpangan di Kota Salatiga sebagai Warisan Rempah Nusantara dan Pemanfaatannya Selama Pandemi Covid-19

Henokh Christian Prasgi| 29 Desember 2022

Indonesia diberkati sumber daya alam yang luar biasa dari Tuhan. Data dari Convention on Biological Diversity menunjukkan bahwa Indonesia adalah surga dari keanekaragaman hayati, di mana 12% mamalia dunia (515 spesies), 16% reptil dunia (781 spesies), 17% burung dunia (1.592 spesies), 270 jenis amfibi dunia, serta 10% tumbuhan berbunga di dunia dengan 55% di antaranya merupakan endemik [i] di Indonesia. Dengan luas daratan yang besar, kekayaan tumbuhan Indonesia sangatlah beragam, tidak heran jika Indonesia mendapat julukan negara agrobiodiversity. Anugerah yang tidak terkira ini tentunya wajib kita jaga dan lestarikan bersama untuk keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan umat manusia. 

Dua tahun terakhir, kita dihadapkan dengan tantangan global, yaitu pandemi Covid-19 yang merenggut banyak jiwa dan mengubah seluruh sektor kehidupan masyarakat dunia. Diperlukan pengembangan kemampuan diri dan kelompok dalam melawan virus tersebut, salah satunya melalui gerakan Back to Nature

Sejak dulu, nenek moyang bangsa Indonesia menerapkan bagaimana caranya meramu atau meracik kebaikan alam dalam segelas minuman yang kita kenal dengan jamu. Mereka percaya bahwa budaya tradisional ini dapat meningkatkan kesehatan masyarakat. Teknologi dan gaya hidup manusia yang berkembang dengan pesat, nyatanya tidak menyurutkan semangat kearifan lokal ini di tengah masyarakat, termasuk masyarakat Salatiga. Observasi yang telah dilakukan 12 Agustus 2021 menunjukkan masih dijumpainya pedagang jamu gendong yang menjajakan minumannya di pasar tradisional (Gambar 1), serta bahan-bahan yang mudah ditemui di pasaran, seperti jahe emprit, jahe merah, dan jahe gajah (Gambar 2).

Gambar 1. Penulis mewawancarai salah satu pedagang jamu gendong tradisional di Pasar Raya Kota Salatiga (Dokumen Pribadi, 2021)

Berbicara mengenai kegunaannya, bahan-bahan alam ini memiliki kemampuan aktif dalam meningkatkan imunitas tubuh (imunomodulator) untuk melawan bakteri dan virus. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pemberian jahe sebanyak 300 µg/ml pada sel pernapasan manusia dapat menurunkan infeksi RSV (virus pada pernapasan manusia) sebesar 70% [ii]. Belum lagi rimpang-rimpang lainnya yang kita konsumsi sehari-hari, bahkan yang belum pernah kita temui sebelumnya, memiliki khasiat yang berbeda-beda bagi kesehatan tubuh.

Hal tersebut mengingatkan kita betapa tanah yang sangat diberkati ini memerlukan pengelolaan secara berkelanjutan untuk menunjang kesehatan global melalui kekayaan rempahnya. Mustapa (2020) menjelaskan bahwa kekayaan flora Indonesia sebesar 75% dari total dunia, tetapi baru sedikit yang termanfaatkan, termasuk golongan rempah [iii]. Hal tersebut merupakan fokus bersama sehingga diperlukan penelitian, pengembangan, serta pemanfaatan secara terpadu mengenai “harta karun” ini secara bijak. Tulisan ini akan membahas lebih dalam mengenai keanekaragaman rimpang-rimpangan Salatiga, manfaatnya bagi kehidupan masyarakat, serta hubungannya dengan identitas dan budaya Indonesia. Harapannya, tulisan ini dapat mengedukasi masyarakat mengenai Zingiberaceae (rimpang) dan pemanfaatannya bagi kesehatan global di masa pandemi Covid-19 serta sarana pemerkuat budaya bangsa.

Gambar 2. Bahan dasar jamu seperti jahe emprit, jahe merah, dan jahe gajah di Pasar Raya Kota Salatiga (Dokumen Pribadi, 2021)

PEMBAHASAN

1. Rimpang sebagai Identitas Masyarakat Indonesia

Zingiberaceae (rimpang) yang telah melebur dalam bentuk jamu merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang seyogyanya tak lekang oleh waktu, sekalipun peradaban manusia terus berkembang. Tentunya, budaya ini harus dilestarikan dari generasi ke generasi karena jamu merupakan identitas kita sebagai masyarakat agraris. Secara historis, jamu telah ada sebelum zaman kolonial sekitar 825 M yang dibuktikan dengan relief pada dinding Candi Borobudur (Gambar 3). Pada relief tersebut, tampak seseorang yang sedang menghancurkan bahan-bahan jamu di bawah pohon magis, kalpataru. Tidak hanya itu, sejarah jamu ditemukan di dalam Kitab Kakawin Ramayana yang menceritakan pada tahun 1460 sampai 1550 M, seorang bernama Dang Hyang Dwijendra mengembangkan sistem pengobatan tradisional yang disebut Agen Balian Sakti.15

Gambar 3. Relief pada dinding Candi Borobudur yang menggambarkan seseorang meracik Jamu.16

2. Biodiversitas dan Karakteristik Rimpang Nusantara di Salatiga

Telah disinggung sebelumnya, bagaimana kekayaan alam Indonesia yang begitu melimpah wajib kita lestarikan dan kelola, termasuk halnya biodiversitas rempah golongan Zingiberaceae, yang dikenal dengan kelompok rimpang-rimpangan atau temu-temuan. Sesuai dengan namanya, bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah umbinya atau rimpangnya, meskipun bagian lainnya juga memiliki kegunaannya tersendiri. Lianah (2020) menjelaskan bahwa kelompok rimpang-rimpangan terdiri dari 47 genus dengan 1.400 spesies yang tersebar di seluruh dunia dan mayoritas tumbuh di wilayah tropis, termasuk Indonesia [iv]. Masing-masing daerah memiliki keanekaragaman dan karakteristik Zingiberaceae yang unik, termasuk persebaran dan dominansinya di Salatiga. Data dari Dinas Pangan dan Pertanian Kota Salatiga tahun 2021 menunjukkan bahwa Salatiga setidaknya memiliki 6 spesies rimpang yang terbagi ke dalam 5 genus berbeda yang tersebar di 4 kecamatan [v] sebagai berikut:

No.

Spesies

Persebaran dan Karakteristik

1.

Jahe (Zingiber officinale)

(Parmar, 2019)6

  • Luas tanaman = 99.500 m2 (tersebar di Kecamatan Argomulyo, Sidomukti, dan Sidorejo)

  • Rimpang jahe memiliki bentuk yang tidak beraturan dan bercabang, warna daging rimpang putih-kuning, memiliki rasa dan aroma khas.

2.

Kapulaga (Amomum compactum Soland)

(Setiawan et al., 2014)7

  • Luas tanaman = 58.500 m2 (tersebar di Kecamatan Tingkir dan Sidorejo)

  • Rimpang kapulaga memiliki warna kemerahan, batang berwarna hijau pada bagian atas, merah pada bagian bawah.

3.

Kunyit (Curcuma longa L.)

(Kuntal, 2016)8

  • Luas tanaman = 22.500 m2 (tersebar di Kecamatan Argomulyo dan Sidorejo)

  • Rimpang kunyit memiliki daging rimpang yang berwarna kuning-jingga karena senyawa kurkumin. Bentuk rimpang bulat memanjang.

4.

Kencur (Kaempferia galanga L.)

(Preetha et al., 2016)9

  • Luas tanaman = 12.000 m2 (tersebar di Kecamatan Sidomukti dan Sidorejo)

  • Rimpang kencur memiliki bentuk yang bulat, memanjang, dan bercabang; daging rimpang berwarna putih-kekuningan, memiliki aroma yang khas.

5.

Temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)

(Rahmat et al., 2021)10

  • Luas tanaman = 10.000 m2 (ada di Kecamatan Sidorejo)

  • Rimpang temu lawak memiliki bentuk yang bulat, memanjang, dan bercabang. Jenis ini lebih besar dari kunyit, memiliki aroma rimpang yang khas dan rasa yang sedikit pedas.  

6.

Lengkuas (Alpinia galanga)

(Eram et al., 2019)11

  • Luas tanaman = 3.000 m2 (ada di Kecamatan Sidorejo)

  • Rimpang lengkuas bercabang, memiliki aroma yang khas, kulit rimpang berwarna cokelat kemerahan, di bagian dalam berwarna cokelat muda.

Tabel 1. Data persebaran dan karakteristik rimpang Salatiga April–Juni 2021 di 4 kecamatan berbeda

Dengan mengetahui data keanekaragaman dan karakteristik Zingiberaceae di Salatiga, masyarakat dapat mengembangkan, mengelola, serta memanfaatkannya secara lebih bijak, khususnya dalam penanganan kesehatan di masa pandemi Covid-19.

3. Pemanfaatan Rimpang di Salatiga untuk Kesehatan Global di Masa Pandemi Covid-19

Tidak cukup membahas biodiversitas dan karakteristik rimpang yang ada di Salatiga. Kita sebagai masyarakat Indonesia perlu mengetahui kegunaannya serta mengaplikasikannya untuk mendukung perwujudan kesehatan global. Nenek moyang bangsa kita sejak lama telah mengetahui manfaat rimpang-rimpangan Nusantara, bahkan telah menjadi budaya masyarakat sehari-hari sebelum berkembangnya teknologi kesehatan sampai saat ini. Observasi tanggal 12 Agustus 2021 menunjukkan bahwa kebiasaan minum jamu di masyarakat Salatiga masih dijumpai sampai saat ini, bahkan budaya tersebut telah bertransformasi dalam produk instan siap saji yang kita sering temui di pasar/swalayan, contohnya minuman serbuk jahe merah, kunir asam, dan temu lawak (Gambar 4). Hal ini menunjukkan kebaikan alam dalam jamu semakin kita rasakan melalui sentuhan teknologi yang semakin maju.

Pembuktian secara ilmiah mengenai khasiat jamu sangat penting dilakukan agar eksistensi jamu semakin kuat di kancah internasional. Keenam spesies rempah golongan Zingiberaceae sebagai bahan jamu yang telah teridentifikasi di Salatiga mempunyai potensi pemanfaatan yang beragam bagi kesehatan tubuh karena mengandung senyawa aktif yang spesifik.

No.

Spesies

Senyawa Aktif dan Peranan

1

Jahe (Zingiber officinale)

Rimpang jahe mengandung senyawa nonvolatil, Gingerol, dan Shogaol yang berperan sebagai antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, anti pembekuan darah, serta antivirus.2

2

Kapulaga (Amomum compactum Soland)

Rimpang kapulaga mengandung senyawa fenolik,  seperti cineole, α-pinene, β- pinene yang berperan sebagai antibakteri, antikanker, antioksidan.12

3

Kunyit (Curcuma longa L.)

Rimpang kunyit memiliki senyawa utama kurkumin yang tergolong flavonoid, terbagi dalam 3 golongan: kurkumin, bisdesmetoksikurkumin, dan desmetoksikurkumin; berperan sebagai antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antikanker, antikolesterol.2

4

Kencur (Kaempferia galanga L.)

Rimpang kencur memiliki senyawa flavonoid, seperti ethyl–trans p–methoxycinnamate pentadecane, 1,8–cineole, g–carene, kaempferol, cinnamaldehyde; berperan sebagai antioksidan, antikanker, antihipertensi, dan pembunuh larva (larvicidal).9

5

Temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)

Rimpang temu lawak mempunyai senyawa kurkumin dan juga Xanthorrhizol, berperan sebagai antibakteri, antijamur, antivirus, hepatoprotektor.2

6

Lengkuas (Alpinia galanga)

Rimpang lengkuas memiliki senyawa flavonoid, seperti 1, 8-cineole, ß-bisaboline, dan ß-selinene yang berperan sebagai antioksidan, antitumor, antijamur, antiinflamasi.11

Tabel 2. Senyawa aktif dan peranan 6 spesies rempah golongan Zingiberaceae di Salatiga untuk kesehatan global di masa pandemi Covid-19

Masyarakat Salatiga berupaya memanfaatkan rempah golongan Zingiberaceae sebagai obat tradisional melalui TOGA (Tanaman Obat Keluarga) yang ada di pekarangan/kebunnya, salah satunya TOGA yang ada di Desa Gamol RW 05, Kecamatan Sidomukti, Salatiga. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa warga di sana telah menggunakan TOGA sebelum pandemi Covid-19 melanda. Beberapa rimpang seperti kunyit, kencur, kunir, temu lawak, dan jahe13 bisa dijumpai di kebun warga (Gambar 5). Tidak hanya masyarakat yang menggunakan TOGA, tetapi juga institusi pendidikan, salah satunya SMP Negeri 10 Kota Salatiga yang membuat Hutan Taman Sekolah dengan beragam jenis tanaman obat, termasuk rimpang-rimpangan.14

Gambar 4. Produk jamu instan dalam bentuk minuman serbuk seperti jahe merah, kunir asam, dan temu lawak yang ditemui di salah satu swalayan terbesar di Kota Salatiga. (Dokumen Pribadi, 2021)

Gambar 5. Tanaman obat yang ada di Desa Gamol RW 05, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga13

PENUTUP

Indonesia adalah surga dari kekayaan alam yang sangat melimpah, termasuk rempah golongan Zingiberaceae. Pengetahuan seperti biodiversitas dan karakteristik rimpang, pemanfaatan dan peranan rimpang, serta identitas rimpang, akan sangat berguna apabila diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia, selama tidak mengeksploitasi alam dan tidak meninggalkan akar bangsa. Masa pandemi Covid-19 belum usai, diperlukan pengembangan dan pemanfaatan rimpang-rimpangan secara berkelanjutan untuk menciptakan kesehatan global yang madani, dimulai dari diri sendiri dan masyarakat. 

 

_________

Sumber Referensi:

1 Convention on Biological Diversity. 2021. Indonesia – Main Details, Biodiversity Facts. Diakses tanggal 21 Agustus 2021 melalui https://www.cbd.int/countries/profile/?country=id.

2 Yuliani, S. 2020. Buku Saku Bahan Pangan Potensial untuk Anti Virus dan Imun Booster: Herbal Jahe. Jakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

3 Mustapa, M. A. 2020. Penelusuran Senyawa Tumbuhan Cengkeh. Banten: Media Madani.

4 Lianah. (2020). Biodiversitas Zingiberaceae Mijen Kota Semarang. Yogyakarta: Deepublish Publisher diakuisisi oleh LIPI.

5 Laporan Tanaman Biofarmaka Dinas Pangan dan Pertanian Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah per bulan April sampai Juni 2021 (triwulan)

6 Parmar, A. (2019). Tropical and Subtropical Group In-line laser light backscattering image analysis to monitor physico-chemical properties of Ginger (Zingiber Officinale Rosc .) during drying . January. https://www.researchgate.net/publication/305373745%0AIn-line

7 Setiawan, AD., Wiryanto, Suranto, Bermawie, N and Sudarmono. (2014). Comparisons of isozyme diversity in local Java cardamom (Amomum compactum) and true cardamom (Elettaria cardamomum). Nusantara Bioscience, 6(1) 94-101.

8 Kuntal, D. (2016). Turmeric ( Curcuma longa ) Oils. In Essential Oils in Food Preservation, Flavor and Safety (pp. 835–841). Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-416641-7.00095-X

9 Preetha, T. S., Hemanthakumar, A. S., & Krishnan, P. N. (2016). A comprehensive review of Kaempferia galanga L. (Zingiberaceae): A high sought medicinal plant in Tropical Asia. Journal of Medicinal Plants Studies, 4(3), 270–276.

10 Rahmat, E., Lee, J., & Kang, Y. (2021). Phytochemistry, Biotechnology, and Pharmacological Activities. Hindawi Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 2021, 15. https://doi.org/10.1155/2021/9960813

11 Eram, S., Mujahid, M., Bagga, P., Ansari, V. A., Ahmad, M. A., Kumar, A., Ahsan, F., & Akhter, M. S. (2019). a Review on Phytopharmacological Activity of Alpinia Galanga. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 11(3), 6–11. https://doi.org/10.22159/ijpps.2019v11i3.31352

12 Silalahi, M. (2017). Bioaktivitas Amomum compactum Soland ex Maton dan Perspektif Konservasinya. Jurnal Pro-Life, 4(2), 320–328.

13 Murdani, H. (2014). Gambaran Pengetahuan Masyarakat tentang Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga di Wilayah Gamol RW 5 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Skripsi. FKIK UKSW.

14 Hutan Taman Sekolah. SMP Negeri 10. Diakses dari situs https://smpn10salatiga.sch.id

15 Sutana, I. G. & Dwipayana, A. A. P. (2020). Perilaku Konsumsi Jamu Tradisional di Tengah Pandemi Covid-19, dalam buku COVID-19: Perspektif Agama dan Kesehatan. Medan: Yayasan Kita Menulis.

16 kompasiana.com

_________

Ditulis oleh Henokh Christian Prasgi (henokhchristianprasgi@gmail.com)

Editor: Wardani Pradnya Dewi & Tiya S. 

Sumber gambar: Henokh Christian Prasgi

Konten ini dibuat oleh kontributor website Jalur Rempah.
Laman Kontributor merupakan platform dari website Jalur Rempah yang digagas khusus untuk masyarakat luas untuk mengirimkan konten (berupa tulisan, foto, dan video) dan membagikan pengalamannya tentang Jalur Rempah. Setiap konten dari kontributor adalah tanggung jawab kontributor sepenuhnya.

Bagikan:

Artikel Populer

Kembalinya Rempah-Rempah Tradisional pada Kehidupan Masyarakat di Masa Pandemi

5 April 2022

Merayakan Sejarah Jalur Rempah di Balik Hidangan Lebaran

10 Januari 2022

Memaknai Kembali Rumah Indonesia dari Rumah di Tanah Rempah

7 Maret 2021

Artikel Terbaru

Telusuri Kekayaan Historis dan Budaya Kepulauan Selayar, Muhibah Budaya Jalur Rempah Kembali Digelar

24 November 2023

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

24 September 2023

Antusias 140 Nelayan Adu Cepat dalam Lomba Perahu Layar Tradisional dan Upaya Regenerasi ke Anak Cucu

24 September 2023

Artikel Terkait

...

Memaknai Kembali Rumah Indonesia dari Rumah di Tanah Rempah

admin

7 Maret 2021

...

Kehangatan Wedangan Pendopo di Solo

Elsa Zulaeda

14 September 2022

...

Demak: Salah Satu Kota Terkaya di Pesisir Utara Jawa

admin

5 Desember 2020