Artikel

Pelabuhan Malaka: Pengaruh Angin, Komoditas Perdagangan, dan Kebijakan Penguasa

Dian Purnomo| 15 Desember 2022

Indonesia yang dulu dikenal sebagai Nusantara menyimpan berbagai macam kisah kegemilangan masa lampau, terutama dalam perdagangan dan pelayaran. Salah satu dari sekian banyak emporium (pusat perdagangan) di Nusantara adalah Malaka. Hal ini bukanlah tanpa alasan mengingat bahwa Malaka terletak tepat di sisi Selat Malaka yang merupakan urat nadi bagi pelayaran dan perniagaan dunia antara wilayah barat dengan wilayah timur. Di pelabuhan Malaka, berkumpul berbagai komoditas perdagangan yang membuat pelabuhan ini begitu terkenal seantero dunia.

Pelabuhan Malaka yang terletak di antara dataran Semenanjung Melayu dengan Pulau Sumatra ini merupakan tempat yang strategis bagi pelayaran serta perniagaan dunia. Di antara faktor-faktor yang membuat wilayah ini begitu istimewa adalah karena letaknya di garis khatulistiwa dan terletak di antara dua kontinen, yaitu Asia dan Australia. Letak wilayah yang sedemikian tersebut memungkinkan terjadinya perubahan arah angin yang teratur. Arah angin sangat penting bagi pelayaran perahu saat itu karena angin merupakan penggerak perahu layar sehingga pelayaran kapal sangat dipengaruhi oleh hembusan angin.

Di Nusantara, kita mengenal angin musim barat dan angin musim timur. Dengan memanfaatkan perubahan angin ini, pada bulan Oktober kapal-kapal dari timur berlayar menuju wilayah barat menggunakan angin musim timur. Adapun ketika bulan Maret, pelayaran menuju wilayah timur dapat dilakukan dengan menggunakan angin musim barat. Jadi, sistem perubahan angin yang terjadi di Nusantara, khususnya bagi wilayah Malaka sangat diuntungkan. Di Malaka, kapal-kapal bertemu dan menunggu angin yang baik untuk meneruskan perjalanan niaganya atau kembali ke negeri asalnya.[1] Malaka bukan saja diuntungkan mengenai perubahan arah angin yang terjadi secara teratur, tetapi juga posisi wilayahnya yang terbebas dari ancaman badai. Oleh karena itu, pelabuhan ini lebih terlindungi daripada pelabuhan di Samudera Pasai atau Pidie yang keduanya terpapar langsung oleh angin pasat timur laut.[2]

Pada akhir abad ke-15, ratusan pedagang dari Arab, Persia, India, China, dan wilayah Nusantara lainnya setiap tahun berkumpul di Malaka. Kapal-kapal dari India berlayar pada bulan Maret menuju pelabuhan Malaka untuk menjual berbagai komoditas perdagangan, begitupun para pedagang China yang datang ke Malaka dengan menggunakan angin musim timur dan meninggalkan Malaka pada akhir Juni. Selain itu, terdapat juga kapal-kapal dari Jawa yang berlayar menuju Malaka, mereka tiba pada sekitar bulan Mei dan September.

Faktor lain yang sangat penting bagi ramainya pedagang yang berlabuh di Malaka adalah kebijakan penguasa Malaka terhadap pedagang. Dalam peraturan negeri disebutkan terdapat empat orang syahbandar. Syahbandar-syahbandar tersebut dipilih dari para saudagar asing. Oleh karena itu, pedagang asing yang berdagang di Malaka menjadi senang karena urusan mereka ditangani oleh pejabat pelabuhan yang berasal dari kalangannya sendiri.[3] Tugas utama seorang syahbandar adalah menjaga para pedagang yang menjadi tanggung jawabnya, dan mengelola posisi pasar, serta gudang.

Selain itu, kebijakan penguasa yang tidak memungut bea ekspor terhadap komoditas yang dikeluarkan dari Malaka, baik dari kapal-kapal yang menuju ke barat ataupun ke timur, juga membuat pedagang asing senang. Di pelabuhan ini juga terdapat kebiasaan bahwa kapal yang pertama kali datang akan dibongkar kargonya dan ditimbang beratnya. Timbangan yang digunakan di Malaka adalah keping dari timah atau kati, seratus kati mempunyai harga seratus reis, dan empat ceti, atau atau tiga cruzados. Beratnya kurang lebih 33 ons.[4] Kebijakan-kebijakan penguasa Malaka tersebut kemudian berdampak pada ramainya pelabuhan. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi pedagang, penjual pun tidak merasa dirugikan terhadap kebijakan-kebijakan tersebut.

Komoditas di Pelabuhan Malaka

Posisi pelabuhan Malaka yang berada tepat di sisi Selat Malaka dan kebijakan-kebijakan penguasa Malaka yang menguntungkan pedagang asing maupun lokal berdampak terhadap pesatnya transaksi jual-beli di pelabuhan ini. Dari wilayah asalnya, pedagang membawa komoditas produksi mereka untuk dijual ataupun ditukarkan dengan komoditas-komoditas dari wilayah lainnya.

Setiap tahunnya sekitar bulan Maret, empat buah kapal dari Gujarat tiba di Malaka dengan membawa kargo bernilai sekitar 15.000 hingga 30.000 cruzado untuk setiap kapalnya.[5] Produk utama yang dibawa berupa tekstil Gujarat. Selain itu, terdapat juga air mawar, opium, dan kemenyan. Pedagang asing juga datang dari Koromandel. Menurut Tomé Pires, setiap tahunnya terdapat tiga hingga empat kapal yang berlayar menuju Malaka. Kargo dari setiap kapal itu bernilai 12.000 hingga 15.000 cruzado. Produk yang dibawanya meliputi tiga puluh jenis kain yang berbeda-beda.

Selain itu, terdapat komoditas yang dibawa oleh orang-orang China ke Malaka, di antaranya ialah keramik, porselin, kain sutera, lilin, dan beragam barang berharga lainnya. Masyarakat Jawa berdagang ke Malaka dengan membawa komoditas kayu jati, beras, dan hasil hutan lainnya. Masyarakat Sumatra membawa lilin, lada, gaharu, kamper, dan madu untuk dijual ke Malaka. Begitupun masyarakat Kalimantan yang membawa emas, daging, ikan, beras, sagu, serta produk hutan, termasuk kulit kerang yang dijual ke Malaka.[6] Masyarakat Maluku membawa pala, fuli, dan cengkeh untuk dijual di Malaka.

Pelabuhan Malaka memiliki peranan yang sangat penting bagi pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Hal ini merupakan imbas dari lokasinya yang strategis dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa Malaka yang cenderung memudahkan pedagang. Di pelabuhan ini, bertemu berbagai macam komoditas dunia, baik yang dibawa oleh pedagang asing maupun pedagang Nusantara.

 

_________

Referensi

[1] Adrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17 (Depok: Komunitas Bambu, 2017), hlm. 5.

[2] M.A.P. Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara, Sejarah Perniagaan 1500-1630 (Depok: Komunitas Bambu, 2016), hlm. 36.

[3] Adrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17 (Depok: Komunitas Bambu, 2017), hlm. 103.

[4] Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Jilid 1 (Jakarta: PT Gramedia, 1988), hlm. 16.

[5] M.A.P. Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara, Sejarah Perniagaan 1500-1630 (Depok: Komunitas Bambu, 2016), hlm. 63.

[6] M.A.P. Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara, Sejarah Perniagaan 1500-1630 (Depok: Komunitas Bambu, 2016), hlm. 83.

_________

Ditulis oleh Dian Purnomo, dianpurnomo047@gmail.com 

Editor: Wardani Pradnya Dewi & Tiya S. ​​​​​​

Sumber gambar: Penulis

Konten ini dibuat oleh kontributor website Jalur Rempah.
Laman Kontributor merupakan platform dari website Jalur Rempah yang digagas khusus untuk masyarakat luas untuk mengirimkan konten (berupa tulisan, foto, dan video) dan membagikan pengalamannya tentang Jalur Rempah. Setiap konten dari kontributor adalah tanggung jawab kontributor sepenuhnya.

Bagikan:

Artikel Populer

Menyeduh Wedang Uwuh, Menghangatkan Keindonesiaan

25 Maret 2022

Laskar Rempah Mengenal Cengkeh sebagai Tanaman Budidaya dan Budaya

16 Juni 2022

Rempah-Rempah Maluku: Dari Eksotisme Aroma Surga Para Dewa hingga Sensasi Rasa dalam Seteguk Coca Cola

14 Februari 2022

Artikel Terbaru

Telusuri Kekayaan Historis dan Budaya Kepulauan Selayar, Muhibah Budaya Jalur Rempah Kembali Digelar

24 November 2023

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

24 September 2023

Antusias 140 Nelayan Adu Cepat dalam Lomba Perahu Layar Tradisional dan Upaya Regenerasi ke Anak Cucu

24 September 2023

Artikel Terkait

...

Rempah-Rempah Maluku: Dari Eksotisme Aroma Surga Para Dewa hingga Sensasi Rasa dalam Seteguk Coca Cola

admin

14 Februari 2022

...

Dorong Semangat Gotong Royong, Kemendikbudristek Gandeng Lintas Sektor Sukseskan Muhibah Budaya Jalur Rempah

admin

11 Juni 2022

...

Aksara Lontara & Hukum Amanna Gappa: Jejak Jalur Rempah Makassar

admin

15 Oktober 2020