Artikel

Situs Cagar Budaya, Jejak Peninggalan Jalur Rempah di Kota Tua Padang

Utari Akhir Gusti| 7 Maret 2023

Sumatra Barat memiliki alam yang subur dengan sumber daya yang melimpah, salah satunya rempah-rempah. Dengan kekayaan rempah yang dimiliki, Sumatra Barat menjadi salah satu titik Jalur Rempah terpenting. Bukti nyata Jalur Rempah di Sumatra Barat yang dapat kita lihat sampai saat ini, yaitu Kota Tua Padang dan Gunung Padang. Kota Tua Padang terletak di sepanjang Sungai Batang Arau. Kawasan Batang Arau ini membagi kawasan Kota Padang dengan bukit yang dikenal dengan Gunung Padang. Di kawasan tersebut, terdapat Pelabuhan Muara dengan bagian hulu sampai pada kawasan Bukit Barisan.

Pelabuhan Muara menjadi gerbang antarpulau terutama menuju Kabupaten Mentawai, sekaligus pelabuhan tertua di Sumatra Barat. Pelabuhan tersebut mulai digunakan sejak abad ke-17. Hal ini beriringan dengan kedatangan Belanda ke Padang, Sumatra Barat. Pelabuhan ini biasanya digunakan oleh Belanda sebagai jalur keluar-masuk kapal-kapal yang membawa hasil bumi di Sumatra Barat. Lokasi yang strategis dan menguntungkan membuat Belanda mendirikan bangunan di sepanjang aliran Sungai Batang Arau.

Kota Tua Padang dulunya menjadi pusat perdagangan yang dilakukan VOC pada tahun 1663. Pada awalnya, VOC berlabuh di Pesisir Selatan, Pulau Cingkuang, yang menjadi pelabuhan pertama persinggahan VOC di Sumatra Barat. Kedatangan Belanda ke Sumatra Barat pada awalnya bertujuan untuk berdagang. Namun, di tengah perjalanan, tujuan itu beralih untuk menguasai Padang seutuhnya karena kekayaan rempah-rempah yang dimiliki Sumatra Barat. Melalui orang bagak, Belanda meminta izin atas kedatangannya di Padang dan membuat bangunan sebagai identitas kehadirannya di sana. Bangunan benteng yang diperkirakan berdiri pada abad ke-19, dijadikan sebagai tempat niaga sekaligus tempat impor barang oleh Belanda. Bangunan ini sampai sekarang masih digunakan sebagai tempat tinggal, meski sudah ada beberapa ornamen bangunan yang rusak. Bangunan kolonial Belanda ditandai dengan jendela tinggi sebagai sirkulasi udara yang lebih lancar, pintu tinggi, serta bangunan yang tinggi karena Padang rawan terkena bencana tsunami.

Dalam catatan sejarah, bangunan benteng pernah dihancurkan oleh Inggris pada tahun 1781, tetapi banyak sumber yang tidak menyebutkan. Padang pada umumnya dihuni oleh etnis Nias, Minangkabau, Tionghoa, dan Muslim India. Kebiasaan Muslim India yang sampai sekarang dikenal dengan tradisi serak gulo di Masjid Muhammadan, sebagai wujud penghormatan kepada tokoh-tokoh muslim India yang telah berjasa. 

Kedatangan Belanda memunculkan kegelisahan dan penderitaan masyarakat. Pada 7 Agustus 1661, gudang Belanda diserang dan dihancurkan oleh masyarakat yang terdiri dari masyarakat Kuranji, Pauh, dan Koto Tangah yang sampai sekarang dikenal sebagai orang asli Kota Padang. Kota Padang ini menjadi titik persatuan masyarakat Sumatra Barat dalam meraih kemerdekaan. Hingga saat ini, peninggalan masa kolonial di Padang masih dapat kita nikmati. Bahkan, kawasan ini menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi oleh masyarakat setempat maupun dari luar daerah. Namun, beberapa bangunan peninggalan telah mengalami kerusakan dan perlu diperbaiki.

Kawasan lain yang tidak kalah penting dalam Jalur Rempah Sumatra Barat ialah Gunung Padang. Kawasan tersebut merupakan sebuah bukit kecil yang terletak di atas permukaan laut dengan panorama yang sangat indah. Dari atas gunung, dapat disaksikan indahnya Padang. Di sepanjang perjalanan menuju puncak gunung, akan ditemukan banyak peninggalan Jepang, seperti bunker dan BOW. Bunker adalah sebuah benteng pertahanan yang digunakan untuk menghindari musuh, memiliki ketebalan dinding satu meter dengan tujuan agar tidak mudah tembus peluru. Pada bunker, dijumpai ventilasi sebagai sirkulasi udara. Selain itu, juga dijumpai BOW yang berfungsi sebagai kantor dinas PU (Pekerjaan Umum) pada masa pemerintahan Jepang. Di Gunung Padang, bisa terlihat rel kereta api yang sudah tidak berfungsi dan jalur yang sudah terputus. Dari informasi yang didapatkan, dahulu rel tersebut digunakan sebagai jalur untuk pengangkutan batu bara dan rempah-rempah dari Pulau Air ke pelabuhan. Pada salah satu bunker, terdapat meriam yang tidak berfungsi lagi, tetapi masih terawat dengan sangat baik. 

Di puncak gunung, terdapat batteray yang berfungsi untuk pertahanan sekaligus perlindungan ketika menembak musuh. Batteray berbentuk lingkaran dengan bagian yang agak menjorok. Selain itu, juga dijumpai sebuah bangunan kecil dengan pintu berwarna merah. Bangunan ini hingga sekarang tidak diketahui isi di dalamnya karena tidak bisa dibuka. Di pertengahan menuju puncak Gunung Padang, terdapat makam Siti Nurbaya yang tidak diketahui kebenarannya hingga sekarang meski masyarakat sekitar percaya bahwa itu merupakan  makam Siti Nurbaya.  Kawasan ini dikelilingi oleh sejumlah bunker yang menjadi pusat pertahanan teritorial Jepang di daerah pesisir bagian barat Sumatra Barat. Bunker ini menjadi daya tarik tersendiri sebagai wisata sejarah yang dimiliki tanah Minangkabau. Bahkan, kita dapat menjumpai benteng peninggalan Jepang di tepi pantai Padang yang sudah mulai hilang karena terkikis air laut (Bayu, Ketua Heritage Padang).

Komoditas rempah-rempah utama di Sumatra Barat, yaitu gambir, kayu manis, dan gaharu. Rempah-rempah tersebut merupakan komoditas penting yang bisa dijumpai di Sumatra Barat, Bengkulu, dan sebagian daerah Riau. Rempah gambir menjadi produk ekspor pertama di Sumatra Barat. Bahkan, hingga saat ini gambir masih diekspor ke India. Komoditas inilah yang menjadikan perpindahan perdagangan dari pesisir timur menuju pesisir barat di Sumatra Barat. Pelabuhan Teluk Bayur menjadi pelabuhan penting tempat terjadinya pengiriman hasil alam Sumatra Barat. Pelabuhan ini masih beroperasi dengan sangat baik sampai saat ini. 

Kawasan Kota Tua Padang menjadi center yang menunjukkan keragaman budaya masyarakat Padang dengan keberagaman etniknya, seperti India, Tionghoa, Melayu, Nias, Jawa, dan Minangkabau. Perbedaan ini tidak menjadi perpecahan, bahkan menjadi persatuan, dan hidup rukun dengan adat istiadat yang dimiliki masing-masing etnik.

Kekayaan rempah yang dimiliki Sumatra Barat tercermin juga dengan kekhasan masakan yang kaya akan rempah-rempah. Salah satu makanan yang paling terkenal dan diketahui di seluruh penjuru dunia, yaitu rendang yang ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda UNESCO. Makanan ini juga diakui sebagai salah satu makanan terenak di dunia. Sejarah yang dimiliki oleh Padang tidak lepas dari peran Jalur Rempah yang menjadikan center sejarah di Sumatra Barat. Jalur Rempah pula yang melahirkan akulturasi budaya di Padang dan membentuk masyarakat yang majemuk.

 

_________

Sumber Referensi

Gusra, R. (2021). Kajian Prioritas Pengembangan Kawasan Kota Tua Padang Sebagai Wisata Sejarah dan Budaya. Abstract of Undergraduate Research, Faculty of Civil and Planning Engineering, Bung Hatta University, 2(3), 19-20.

Putra, G. B., Triana, E., & Yusri, N. (2019). Pengembangan Atraksi Wisata Alam Gunung Padang di Kota Padang. Abstract of Undergraduate Research, Faculty of Civil and Planning Engineering, Bung Hatta University, 2(3).

Sarjiyanto, S. (2008). Mencermati Kembali Komoditas Lada Masa Kesultanan Banten Abad ke-16–19. AMERTA, 26(1), 58-73.

Tansiong, T. (2019). Pengelolaan Objek Wisata Gunung Padang oleh Pemerintah Kota Padang (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).

Valentina, N. (2015). Perancangan Kawasan Wisata Kreatif sebagai Usaha Regenerasi Kawasan Kota Tua Padang (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Yulia, R. (2022). Revitalisasi Kawasan Kota Tua Padang sebagai Salah Satu Alternatif Wisata Sejarah di Kota Padang. Bakaba: Jurnal Sejarah, Kebudayaan dan Kependidikan, 6(2), 17-22.

_________

Ditulis oleh Utari Akhir Gusti, utariakhir@gmail.com

Editor: Dian Andika Windah & Tiya S.

Sumber gambar: Meessen, J.A./ Leiden University Library. Photograph of town view with river and woods, Padang, circa 1867

Konten ini dibuat oleh kontributor website Jalur Rempah.
Laman Kontributor merupakan platform dari website Jalur Rempah yang digagas khusus untuk masyarakat luas untuk mengirimkan konten (berupa tulisan, foto, dan video) dan membagikan pengalamannya tentang Jalur Rempah. Setiap konten dari kontributor adalah tanggung jawab kontributor sepenuhnya.

Bagikan:

Artikel Populer

Buku Diplomasi Budaya Jalur Rempah: Upaya Meraih Pengakuan UNESCO

27 September 2020

Gerak Sigap Pemerintah Aceh untuk Program Jalur Rempah

13 Desember 2020

Jalur Rempah Nusantara: Interaksi Budaya, Ekonomi, Politik, dan Agama

30 September 2020

Artikel Terbaru

Telusuri Kekayaan Historis dan Budaya Kepulauan Selayar, Muhibah Budaya Jalur Rempah Kembali Digelar

24 November 2023

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

24 September 2023

Antusias 140 Nelayan Adu Cepat dalam Lomba Perahu Layar Tradisional dan Upaya Regenerasi ke Anak Cucu

24 September 2023

Artikel Terkait

...

Jalur Rempah Nusantara: Interaksi Budaya, Ekonomi, Politik, dan Agama

admin

30 September 2020

...

Benteng Nieuw Victoria: Cikal Bakal Kota Ambon Hingga Pusat Pemerintahan VOC

admin

27 November 2020

...

Jalur Rempah, Jalur Budaya, dan Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022

admin

30 Mei 2022