Perdagangan Rempah dan Pengaruhnya pada Arsitektur Nusantara

admin

10 September 2021

Sejak abad ke-14, perdagangan maritim di Asia dan Eropa banyak dikuasai pedagang muslim. Jatuhnya Konstantinopel ke Turki Utsmani pada tahun 1453 menjadi salah satu pemicunya. Perdagangan maritim dan kepentingan ekonomi mendorong masuknya para pedagang muslim ke Nusantara bersamaan dengan para pedagang dari berbagai suku bangsa lain, seperti Jawa, Arab, Gujarat, Tiongkok, dan Melayu. Para pedagang membawa rempah Nusantara ke berbagai penjuru Asia dan Eropa. Pada masa itu, rempah menjadi salah satu komoditas utama dalam pedagangan maritim.

Jalur perdagangan rempah tersebut pada akhirnya membawa serta masuknya agama Islam ke Nusantara. Hal ini dibuktikan dari banyaknya kota-kota Islam yang bermunculan pada abad ke-14, terutama di pesisir pantai utara Pulau Jawa, seperti Cirebon dan Demak. Kota-kota Islam memiliki struktur bangunan yang khas. Pada abad 16 hingga 18, komoditas rempah dikuasai oleh Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan di wilayah Kota Gede. Kerajaan Mataram Islam mengalami puncak kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Agung, wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Barat, Surabaya, Lasem, Pasuruan, Madura, Sukadana, hingga Sulawesi. Pelabuhan-pelabuhan Kerajaan Mataram Islam menjadi faslitias penting dalam perdagangan maritim, seperti pelabuhan yang berada di Jepara, Kendal, dan Tegal.

Pasca kemunduran Kerajaan Mataram Islam, beberapa raja-raja setelah Sultan Agung bekerja sama dengan VOC. Pendudukan Belanda di Nusantara meninggalkan berbagai bangunan dengan arsitektur khas yang bisa kita lihat hingga hari ini, khususnya di Jawa, seperti Yogyakarta dan Semarang.

Seperti apa runtutan historis perdagangan maritim, masuknya Islam, dan kuasa kerajaan di tanah Jawa, serta pengaruh perdagangan rempah pada arsitektur Nusantara? Saksikan selengkapnya dalam video yang satu ini.

Bagikan:

Konten Jalur Rempah

Artikel

Foto

Video

Publikasi

Audio

Audio