Kelenteng Tjoe Tik Bio, Simbol Pluralisme di Kabupaten Pati

admin

31 Maret 2021

Men lou wu, pintu paduraksa untuk masuk ke dalam klenteng.

Tempat bagi para pengunjung untuk sembahyang.

Salah satu lonceng di dalam klenteng Tjoe Tik Bio.

Secara arsitektur, klenteng Tjoe Tik Bio memiliki kekhasannya sebagai bangunan tradisional sebagai p

Di dalam klenteng, terdapat patung Lamhay Kwam Im Hoed Tjoe atau dikenal juga sebagai dewi yang penu

Pati merupakan kabupaten yang terletak di daerah pesisir utara Pulau Jawa. Sebagai daerah pesisir, Pati memiliki sejarah yang panjang dan kaya sejak masa prakolonial. Di daerah ini, terdapat galangan kapal terbaik, yakni Pelabuhan Juwana, yang menjadi pusat pengiriman beras untuk ditukar dengan rempah dari Nusantara bagian timur. Para pelaut dan pedagang dari lintas bangsa banyak yang berdatangan ke Pati. Inilah yang membuat Pati memiliki banyak bangunan peninggalan dari berbagai budaya.

Kelenteng Tjoe Tik Bio yang terletak di Kecamatan Juwana adalah salah satu dari bangunan tersebut. Sejarah di balik berdirinya kelenteng ini sangat menarik untuk diulas. Berdirinya Kelenteng Tjoe Tik Bio tidak terlepas dari masyarakat Tionghoa yang berhasil lolos dan melarikan diri dari peristiwa Geger Pacinan atau dikenal sebagai Tragedi Angke. Di Batavia pada tahun 1740, warga Tionghoa diserang oleh tentara VOC karena keberadaan mereka dianggap mengancam, di mana jumlah warga Tionghoa melebihi jumlah serdadu VOC. Warga-warga Tionghoa yang berhasil melarikan diri, berpindah dari Batavia ke wilayah tengah dan timur Jawa, sampai ke Pulau Bali.

Beberapa dari mereka bermukim di Pati, di mana setelah merasa aman dan dapat membangun usaha sendiri, mereka mendirikan beberapa kelenteng, termasuk Kelenteng Tjoe Tik Bio, di antara tahun 1740 sampai 1780. Kelenteng Tjoe Tik Bio hingga kini masih berdiri kokoh dan menjadi salah satu bukti akulturasi budaya serta simbol pluralisme di Pati.

Bagikan:

Konten Jalur Rempah

Artikel

Foto

Video

Publikasi

Audio

Audio