Artikel

Antara Kerajaan Gowa, VOC, dan Benteng Rotterdam Makassar

admin| 18 November 2020

Keberadaan Benteng Rotterdam di Makassar tidak bisa dipisahkan dari masuknya VOC sebagai suatu kongsi dagang yang datang ke Sulawesi Selatan. Sejak tahun 1615, penguasa Kerajaan Gowa saat itu, yaitu Karaeng Matoaya, telah memberi izin kepada orang-orang Belanda untuk datang dan berdagang di pelabuhan Kerajaan Gowa, yaitu Ujung Pandang. Hal ini adalah bagian dari kebijakan Kerajaan Gowa yang membuka bandarnya untuk dikunjungi oleh semua pedagang asing yang ingin melakukan transaksi niaga di wilayahnya.

Dengan mengandalkan lokasinya yang strategis dan potensi alamnya yang menguntungkan, Kerajaan Gowa tampil sebagai salah satu kekuatan maritim yang dominan dalam panggung politik dan ekonomi perdagangan kawasan itu sepanjang abad ke-16 dan ke-17. Bahkan, pelabuhannya yang terkenal di Ujung Pandang (Makassar) menjadi pintu gerbang utama keluar dan masuknya semua komoditi niaga seluruh kawasan Timur kepulauan Hindia.

Sebagai pusat perekonomian dan keramaian, para pedagang yang aktif terlibat dalam jual beli tidak hanya terbatas pada pedagang domestik, melainkan juga para pedagang asing, seperti orang-orang Portugis, Cina, Inggris, Arab, Denmark, Prancis, dan Belanda. Berbeda dengan orang-orang asing lainnya, orang Belanda datang ke Makassar bukan dalam sebagai pedagang bebas, melainkan sebagai suatu kongsi dagang yang sudah memiliki kekuatan dan infrastruktur memadai, dengan jaringan kantor-kantor dagangnya yang tersebar dari Jawa hingga Maluku. 

Dengan aktivitas perdagangannya yang bertumpu pada monopoli rempah-rempah, VOC memiliki kepentingan untuk mempertahankan posisi istimewanya, khususnya di wilayah produsen. Hal ini tentu saja menimbulkan konflik kepentingan antara VOC dengan Kerajaan Gowa sebagai produsen rempah dan VOC sebagai pelaku monopoli rempah di kawasan timur Hindia. 

Persaingan dagang yang semakin memanas menyebabkan munculnya konflik antara VOC dan Kerajaan Gowa. Pada tahun 1667, perundingan perdamaian diadakan antara Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa dan Cornelis Speelman menghasilkan Perjanjian Bongaya. Salah satu pasal dari Perjanjian Bongaya adalah bahwa semua benteng yang ada di wilayah Kerajaan Gowa harus dirobohkan. Sebaliknya, VOC membangun sebuah benteng baru di muara Sungai Tallo. Benteng yang dulunya memiliki nama benteng Ujung Pandang ini kemudian diberi nama Fort Rotterdam, sesuai dengan kota kelahiran Cornelis Speelman. 

jalur rempah, benteng rotterdam di makassar

Gambar 01: Benteng Rotterdam di Makassar

Fort Rotterdam menjadi satu-satunya benteng yang dibangun di Makassar pada abad 17-18 dan menjadi simbol hegemoni VOC di wilayah Sulawesi Selatan. Fort Rotterdam berfungsi sebagai markas komando pertahanan, kantor pusat perdagangan, kediaman pejabat tinggi, dan pusat pemerintahan.

Sepanjang abad 17-18, Fort Rotterdam tidak hanya berfungsi sebagai pusat kekuatan militer dan politik asing, tetapi juga menjadi simbol monopoli dan eksploitasi ekonomi VOC atas Makassar. Dari benteng ini, VOC memungut bea dan cukai semua komoditi ekspor dan impor.

Pada tahun 1937, Benteng Rotterdam diserahkan oleh Pemerintah Belanda kepada Yayasan Fort Rotterdam. Pada tanggal 23 Mei 1940, bangunan ini didaftar sebagai monumen bersejarah dengan Nomor Registrasi 1010 sesuai Monumenten Staatsblad Tahun 1931. Ketika masa pendudukan Jepang, Benteng Rotterdam ini digunakan sebagai pusat penelitian ilmu pertanian dan bahasa. Benteng Rotterdam kemudian beralih fungsi menjadi pusat kegiatan pertahanan Belanda dalam menghadapi pejuang-pejuang Republik Indonesia pasca kemerdekaan hingga tahun 1949. 

Benteng Rotterdam kemudian dijadikan Pusat Pertahanan Tentara Koninklijke Nederlandsch Indische Leger (KNIL) untuk menghadapi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada tahun 1970, Benteng Rotterdam dipugar oleh pemerintah dan difungsikan sebagai perkantoran. Salah satu gedung di dalam kompleks difungsikan sebagai Museum Provinsi Sulawesi Selatan yang bernama Museum La Galigo. 

Pada tanggal 27 April 1977, kantor Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Wilayah IV juga ditempatkan di benteng ini. Saat ini, Benteng Rotterdam dalam keadaan baik serta terawat dan ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya pada tanggal 22 Juni 2010 berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor PM.59/PW.007/MKP/2010.

 

_________

Sumber: 

Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya. Cagar Budaya.kemdikbud.go.id. (2020). Diakses pada 25 Oktober 2020 dari https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/public/objek/detailcb/PO2015071000005/benteng-rotterdam.

Sejarah Kota Makassar. Website Resmi Pemerintah Kota Makassar. (2020). Diakses pada 25 Oktober 2020 dari https://makassarkota.go.id/sejarah-kota-makassar/.

Marihandono, D. (2008). Perubahan peran dan fungsi benteng dalam tata ruang kota, Wacana10(1), 144-160. doi: https://doi.org/10.17510/24076899-01001008

Sumber Gambar:

Gambar 01: http://hdl.handle.net/1887.1/item:914532

_________

Naskah: Syahidah Sumayyah

Editor: Doni Ahmadi

Bagikan:

Artikel Populer

Hari Ketiga Pelayaran, Laskar Rempah Dapatkan Materi (Cara) Bertahan di Laut

3 Juni 2022

Sejarah Rempah dan Kaitannya dengan Potensi Pemanfaatan Komoditas Minyak Atsiri dalam Bidang Kesehatan

3 Februari 2022

Sambal, Jejak Jalur Rempah dalam Kuliner Ikonis Indonesia

11 Februari 2021

Artikel Terbaru

Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024 Sukses Menyusuri Tujuh Titik Jalur Rempah Indonesia Bagian Barat dan Malaysia

15 Juli 2024

MBJR Bersama KRI Dewaruci Singgah di Kota Melaka, Perkuat Konektivitas Kultural Indonesia-Malaysia

1 Juli 2024

Muhibah Budaya Jalur Rempah di Sabang, Nostalgia KRI Dewaruci Menyambangi Perairan Aceh 70 Tahun Lalu

23 Juni 2024

Artikel Terkait

...

Sambal, Jejak Jalur Rempah dalam Kuliner Ikonis Indonesia

admin

11 Februari 2021

...

Saling Silang Bahasa di Nusa Ambon

admin

3 Januari 2022

...

Rempah Gulai Kambing Mas Wis, Bercita Rasa Khas Bali

admin

25 April 2022