Menara Syahbandar Sleko merupakan salah satu bangunan di Kota Lama Semarang yang berdiri pada 1825. Bangunan saksi sejarah pada masa kolonial Belanda ini terletak di Jalan Sleko tepat di tepi Kali Semarang dan dijadikan titik 0 kilometer. Keberadaan Menara Syahbandar Sleko di Semarang menjadi sebuah bukti bahwa dahulu Kota Semarang adalah kota niaga yang ramai.
Kota pesisir di Indonesia merupakan bagian dari sebuah jalur gerbang alami untuk perdagangan antarpulau (Asnan, 2011). Semarang sebagai kota pesisir utara Jawa juga dijadikan pelabuhan terkenal pada masa kolonial. Sungai dijadikan jalur transportasi yang dilengkapi dengan kanal-kanal. Pelabuhan Semarang bermuara di Laut Jawa dan terbentuk dari Kali Semarang yang membelah Kota Semarang. Peranan Kali Semarang sebagai jalur perdagangan sudah ramai sejak masa kekuasaan Kerajaan Demak. Di pelabuhan yang terletak di tepi Kali Semarang inilah, terjadi aktivitas perdagangan dengan banyak pedagang lokal dan bangsa luar, seperti Cina, Arab, India, dan Portugis. Karena ramainya perdagangan di Semarang, dibangunlah sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan perdagangan, salah satunya Menara Syahbandar Sleko. Kota Semarang juga dahulu menjadi pusat perdagangan dan perindustrian dengan pelabuhan terbesar di Jawa.
Semarang berperan sebagai tempat penyuplai kebutuhan pokok untuk perbekalan kapal-kapal, seperti beras, hasil bumi, rempah-rempah, berbagai jenis kain, dan kerajinan. Berdasarkan catatan sejarah, pelabuhan laut Semarang mulai berfungsi pada 2 Mei 1547 bersamaan dengan penobatan Bupati Semarang pertama, yaitu Pandan Arang II. Pada tahun 1677, wilayah pantai utara dan wilayah pedalaman Mataram diserahkan kepada VOC sebagai balas jasa atas pemadaman pemberontakan Trunojoyo. Jalur perdagangan di Kota Semarang beralih di bawah kekuasaan VOC.
Menara Sleko dulu disebut Kleine Boom en Uitkijk. Menara Sleko berfungsi sebagai pelabuhan kecil untuk mengatur bongkar muat pedagang kecil dan penghubung pelayaran atau pelabuhan ke luar Semarang. Nama “Sleko” berasal dari bahasa Belanda dengan arti ‘gerbang kota’. Menara Sleko Semarang dilengkapi dengan gardu pandang serta memiliki halaman untuk istirahat para pedagang. Para pedagang yang memasuki Semarang saat melewati Menara Sleko perlu membayar retribusi (Rukayah et al., 2021).
Pada masa kejayaan Belanda, Menara Sleko Semarang memiliki peran penting dalam perniagaan antarpulau dan negara lain. Menara Sleko menghubungkan jalur laut untuk saling berhubungan dengan antarkapal dan pedagang di jalur darat. Seluruh kapal yang berlabuh atau transit di Kota Semarang wajib melapor ke Menara Sleko. Menara Syahbandar Sleko dapat dikatakan sebagai menara pengawas serta dijadikan juga sebagai kantor kongsi niaga Belanda.
Bangunan Menara Syahbandar Sleko yang menjadi saksi kejayaan jalur perdagangan di Kota Semarang saat ini sudah tidak dalam kondisi yang sama seperti dahulu. Seluruh atap menara, jendela, dan pintu telah hilang dan hanya tersisa bangunan batu bata rapuh. Dari arah Kali Semarang, terlihat lahan bangunan Menara Sleko semakin menyempit karena munculnya bangunan-bangunan baru yang berdiri di pinggir kali.
_________
Sumber Referensi
Rukayah, R. S., Abdullah, M., & Etenia, A. (2021). Konservasi Menara Sleko Menuju Lansekap Kawasan Kota Kuno Semarang. Jurnal Pengembangan Kota, 9 (1), 13–25. https://doi.org/10.14710/jpk.9.1.13-25.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/menara-syahbandar-sleko-bentuk-kejayaan-pelabuhan-semarang-masa-kolonial/. (25 Oktober 2022)
_________
Ditulis oleh Osy Siswi Utami, osysiswi22@gmail.com
Editor: Dian Andika Windah & Tiya S.
Sumber gambar: KITLV (circa 1890)