Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan berkolaborasi dengan Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) menyelenggarakan Simposium Internasional bertajuk “Cosmopolitanism of Islam Nusantara: Spiritual Traces and Intellectual Networks on the Spice Route”, 30-31 Agustus 2021. Acara yang sekaligus juga membuka pameran virtual Jalur Rempah ini diselenggarakan di Makara Art Center Universitas Indonesia serta ditayangkan secara daring, baik melalui aplikasi Zoom maupun kanal YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama.
Dalam simposium ini, beberapa tokoh memberikan sambutannya, antara lain Dekan Fakultas Islam Nusantara UNUSIA Dr. Ahmad Suaedy, MA.Hum, Rektor UNUSIA Prof. Dr. Ir. H. M. Maksoem Machfudz M.Sc., Wakil Rektor I Universitas Indonesia Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj MA--yang sekaligus membuka simposium secara resmi--dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A.
“Walaupun Islam Nusantara sebagai wacana baru diperkenalkan sejak 2015, sejatinya Islam Nusantara sebagai fakta telah ada di wilayah kepulauan Asia Tenggara berabad-abad sebelumnya,” ungkap Abdul Haris dalam sambutannya.
Dalam wacana Islam Nusantara, tentu peranan Jalur Rempah tidak dapat dilepaskan. Abdul Haris juga mengungkapkan tiga makna penting Jalur Rempah yang perlu digaris bawahi, yaitu sebagai bukti kemampuan Nusantara dalam menjelajah dan menjadi bagian dari masyarakat dunia; bahwa selain sebagai jalur ekonomi dan perdagangan, Jalur Rempah juga merupakan jalur kebudayaan yang memunculkan interaksi dan dialog antarbudaya; serta menjadi jalan terbentuknya jejaring spiritual dan intelektual Nusantara dengan bangsa lainnya.
Senada dengan Abdul Haris, Nadiem Makarim juga mengungkapkan peran penting Jalur Rempah yang memungkinkan terjadinya interaksi budaya secara harmonis, termasuk juga hubungan antarumat beragama. “Keberagaman adalah kekuatan Indonesia, sebagaimana telah ditunjukkan oleh para pendahulu kita,” ungkapnya. Sambutan tersebut dilanjutkan dengan pidato utama dari Prof. Dr. R. Michael Feener dan Prof. Dr. Azyumardi Azra yang dimoderatori oleh Ulil Abshar Abdalla, MA.
Michael Feener yang pernah menulis makalah bertajuk The Spice Routes and the Formation of Muslim Vernacular Cultures in Nusantara memberikan paparan yang kaya akan data dan juga interpretasi. Ia mengungkapkan bahwa perdagangan rempah menyebabkan terjadinya banyak hal, termasuk juga lahirnya kultur vernacular Islam atau Islam Nusantara. Ia menyayangkan sebagian besar diskusi di Indonesia masih berfokus pada kehadiran kekuatan Eropa di Nusantara dan Asia Tenggara pada abad 17 dan 18. Sementara, kedatangan mereka berbarengan dengan puncak Islam Nusantara. Prof. Dr. Azyumardi Azra dalam materinya juga mengungkapkan bahwa Jalur Rempah bisa berperan sebagai medium untuk mewujudkan kosmopolitan Islam di Nusantara.
Berlangsung selama dua hari, simposium ini juga dihadiri oleh pembicara-pembicara internasional yang memaparkan berbagai isu menarik. Salah satunya Women on the Spice Route of Nusantara oleh Tika Ramadhani, M.A. dan Dr. Widya Nayati, MA.
Pembukaan Pameran Jalur Rempah