Artikel

Pulau Selayar: Titik Strategis Lalu Lintas Pelayaran Jalur Rempah di Nusantara

admin| 8 Oktober 2020

Dari Jakarta saya bertolak ke Selayar menggunakan pesawat terbang, sayang tidak ada penerbangan langsung untuk sampai ke pulau tersebut. Saya diharuskan transit di Makassar, lalu melanjutkan penerbangan ke Pulau Selayar. Tentu ada alternatif perjalanan darat, namun harus memakan waktu berjam-jam dari Makassar ke Tanjung Bira, kemudian menyeberang ke Selayar.

Kepulauan Selayar sendiri adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki peran penting di masa lampau dalam lalu lintas pelayaran Jalur Rempah. Berada di antara jalur strategis antara Makassar sebagai pelabuhan internasional di mana pedagang dari berbagai bangsa berkumpul dan kepulauan penghasil rempah-rempah di Maluku, menjadikan Selayar sebagai titik transit sekaligus collecting centre bagi para pedagang maupun pelaut pada masa lampau.

Beruntung, kunjungan saya ke Museum Nekara di Kepulauan Selayar bisa bertemu dengan Ermawati, seorang arkeolog yang bekerja di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Selayar. Erma, begitu sapaannya, saat diwawancarai menjelaskan poin-poin penting mengenai keterkaitan Pulau Selayar dengan Jalur Rempah. Menurut penuturan beliau, posisi Selayar sangat strategis sehingga memungkinkan kapal-kapal dari Jawa atau Makassar yang menuju Maluku (dan sebaliknya) singgah di Selayar dalam semua musim, baik musim barat maupun musim timur. Dalam beberapa catatan maupun naskah, termasuk dalam The Green Gold of Selayar (1995) karya Heersink mencatat bahwa pada abad ke-17 Selayar sudah sangat ramai bahkan menjadi bagian dari jalur perdagangan internasional. 

Di era kolonial Belanda sampai dengan tahun 1924, Pulau Selayar menjadi sebuah residen (setingkat dengan kabupaten) karena letaknya yang strategis sebagai tempat transit perdagangan di Jalur Rempah. Ini adalah perlakuan istimewa karena tidak terjadi di semua wilayah di Indonesia. Apabila menilik lagi ke belakang, di era prasejarah posisi penting Selayar semakin diperkuat dengan ditemukannya beberapa bukti peninggalan seperti: pertama, gong / Nekara Perunggu yang dibuat di Cina pada 300 tahun SM menjadi bukti arkeologis paling tua yang ditemukan di Selayar. Hal ini membuktikan bahwa Selayar sudah dilewati oleh para pedagang dari Cina dan Vietnam. Nekara Perunggu di Selayar juga menjadi nekara terbesar di kawasan Asia Tenggara, bahkan di dunia.

Kedua, temuan situs-situs bawah air di Selayar, tepatnya di Bonto Sikuyu seperti muatan kapal karam yang terdiri dari keramik dan koin mata uang yang berasal dari Cina. Keramik yang ditemukan memiliki ciri khas yang berasal dari Dinasti Song yang pernah beredar di Nusantara pada abad ke-11 sampai 13 M. Sedangkan koin dengan aksara Mandarin, di mana aksara yang tertera identik dengan asal dinasti pembuatannya. Koin-koin yang ditemukan berasal dari berbagai dinasti, seperti Dinasti Han, Dinasti Tang, dan Dinasti Song. Perlu diketahui bahwa pada masa di mana bukti arkeologis tersebut ditemukan, Selayar belum memiliki kerajaan dan baru terbatas pada komunitas pedagang.

Selayar memiliki komoditas utama yakni tenun Selayar yang diekspor sampai Kamboja, bahkan Eropa. Pada masa sebelum ditemukannya uang sebagai alat tukar, para pedagang yang datang ke Pulau Selayar akan menukar tenun Selayar, kemudian membawanya ke daerah penghasil rempah, selanjutnya ditukarkan dengan rempah. 

Posisi strategis Pulau Selayar dalam lalu lintas pelayaran menurut Erma juga menciptakan Selayar yang multi-etnis saat ini. Keberadaan orang Bugis, Buton, Jawa, Tionghoa termasuk adanya kemiripan bahasa dengan Bahasa Buton maupun Bugis semakin memperkuat bukti bahwa Selayar sebagai titik transit di masa lampau. Hadirnya kawasan Pecinan di Selayar menandakan bahwa Selayar menjadi titik yang pernah disinggahi oleh etnis Tionghoa. Kawasan tersebut diyakini sudah ada sebelum era kolonial Belanda, sedangkan pada era kolonial sendiri pemerintah Belanda memberikan izin kepada etnis Tionghoa untuk bermukim dan membangun perusahaan-perusahaan dagang di Selayar.

 

Sumber:


Adhiyatama, Shinatria. 2015. Data Situs Bonto Sikuyu, Kepulauan Selayar. Artikel. Research Gate.

Wawancara, 3 Oktober 2020. Ermawati, Arkeolog, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Selayar.


Naskah: Putri A. Fitriah

Editor: Doni Ahmadi

Bagikan:

Artikel Populer

Lasem, Kota Bandar di Pesisir Utara Jawa Abad 14 Masehi

28 Maret 2023

Pelabuhan Malaka: Pengaruh Angin, Komoditas Perdagangan, dan Kebijakan Penguasa

15 Desember 2022

Saraba: Penghangat Tubuh, Pelengkap Cerita di Makassar

28 April 2023

Artikel Terbaru

Telusuri Kekayaan Historis dan Budaya Kepulauan Selayar, Muhibah Budaya Jalur Rempah Kembali Digelar

24 November 2023

Ajak Nelayan Jaga Keberlangsungan Laut, Kemendikbudristek Gelar Lomba Perahu Layar Tradisional

24 September 2023

Antusias 140 Nelayan Adu Cepat dalam Lomba Perahu Layar Tradisional dan Upaya Regenerasi ke Anak Cucu

24 September 2023

Artikel Terkait

...

Saraba: Penghangat Tubuh, Pelengkap Cerita di Makassar

Wais Zulqarni Ahmad

28 April 2023

...

Pesisir Utara Jawa dalam Catatan sebagai Simpul Jalur Rempah Nusantara

Muhammad Rizky Pradana

3 Maret 2023

...

Arka Kinari di Kepulauan Selayar, Titik Ketiga Program Jalur Rempah

admin

1 Oktober 2020