Pernah mendengar cerita tentang Prasasti Padrão? Prasasti ini merupakan satu-satunya monumen bukti hubungan Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Portugal pada awal abad XVI. Prasasti ditemukan pada tahun 1918 di dekat persimpangan Prinsenstraat (sekarang Jalan Cengkih) dengan Groenestraat (sekarang Jalan Kali Besar Timur I) Jakarta Barat.
Batu prasasti setinggi 165 cm ini memang menarik. Isinya hanya berupa gambar bola dunia, salib, tulisan DSPOR, ESFERЯa/Mo. Ternyata, simbol-simbol tersebut memiliki makna khusus. Bola dunia (armillarium) merupakan lencana Raja Manuel I dan João dari Kerajaan Portugal. Tulisan DSPOR (Do Senhario de Portugal) berarti Penguasa Portugal. Tulisan ESFERЯa/Mo merupakan singkatan dari bola dunia (Esfera do Mundo) dan harapan dunia (Espera do Mundo). Lantas, apa maksud tulisan-tulisan tersebut?
Kalau kita merunut pada naskah perjanjian antara Kerajaan Sunda dan Portugal yang ditandatangani pada 21 Agustus 1522, maka kita akan mendapatkan informasi terkait alasan keberadaan batu prasasti Padrão. Menurut transkripsi yang tertuang dalam Archivo Nacional da Torre do Tombo ácerca das Navegações e Conquistas Portuguezas tahun 1892, diberitakan bahwa Raja Samio (Surawisesa) pada 1521 mengundang pihak Portugis yang baru saja menduduki Malaka tahun 1511. Tujuannya untuk meminta bantuan Portugis dalam menangkis serangan Demak dan Cirebon terhadap Sunda.
Enrique Leme sebagai pimpinan Portugis di Malaka menerima undangan tersebut, bahkan membuat dua eksemplar surat perjanjian hasil pertemuan mereka. Prasasti Padrão tersebut merupakan titik penanda rencana Portugis untuk membangun benteng di muara Sungai Ciliwung di Kalapa (sekarang Jakarta), sebagai garda keamanan terdepan Kerajaan Sunda. Selanjutnya, Raja Samio (Surawisesa) harus memberikan seribu kantong lada kepada Portugis sebagai tanda kesepakatan atas perjanjian tersebut. Mengapa harus lada? Rempah dari Sunda memiliki kualitas bagus yang dapat menyaingi lada India, serta harganya mengalahkan emas di pasar Eropa.
Lada sudah diberi, nyatanya Sunda tetap mati. Nahas, belum juga Portugis membangun benteng di Kalapa karena sedang mengurusi masalah daerah jajahan di Goa (India), Sunda kalah tatkala Fatahillah yang memimpin pasukan Demak dan Cirebon menguasai Kalapa, 22 Juni 1527. Ia kemudian mengganti nama wilayah itu menjadi Jayakarta sebagai simbol pencapaian keberhasilan.
Serangan tersebut bukan tanpa alasan sebab Portugis yang mulai menjamah Kalapa dapat menjadi ancaman terbesar bagi Jawa, terlebih ia telah berhasil menguasai bandar di Malaka. Peristiwa serangan Fatahillah dalam rangka mengusir Portugis dari tanah Kalapa itulah yang kemudian dijadikan hari jadi berdirinya Jakarta, 22 Juni 1527.
Cerita tentang Prasasti Padrão menarik, bukan? Dari politik relasi lada internasional, kemudian berbuah pada perang memperebutkan tanah. Banyak hikmah yang dapat kita petik dari cerita lada Sunda dan Padrão ini.
_________
Ditulis oleh Muhammad Satok Yusuf, denjatayu2@gmail.com
Editor: Dian Andika Windah & Tiya S.
Sumber gambar: Museum Nasional